Awalnya sih saya malas bawa-bawa
politik ke dalam blog saya. Namun lama-lama saya geram juga. Apa sih yang
diinginkan umat muslim sekarang? Kok perangnya lawan sesama muslim ya? Yang
satu teriak Allahu Akbar, yang satu teriak Allahu Akbar juga? Mungkin malaikat
yang lihat juga bingung, ini mana yang harus dilindungi? Dua-duanya teriak
Allahu Akbar.
Kejadiannya sih di sosial media.
Banyak yang saya lihat biasanya tidak pernah posting masalah agama, saat
kejadian ahok menghina islam berbondong-bondong mereka posting masalah agama.
Padahal yang saya tahu kesehariannya mereka mungkin pegang Al Quran saja tidak.
Saat Al Quran dihina mereka berbondong-bondong minta peradilan dan
mengatasnamakan Menolong Allah.
Please deh, untuk apa saya berdoa kalau ujung-ujungnya saya yang menolong
Allah? Saya berdoa karena saya yakin Allah SWT Maha Penolong. Sah-sah saja
berunjuk rasa, karena mungkin hukum di Indonesia semakin tinggi, semakin
tumpul, jadi kalau tidak didemo maka tidak diadili. Saya tidak ikut berdemo
yang memakan waktu sekitar 5 jam, karena lebih baik saya membaca Al Quran yang
5 jam saya membacanya sudah dapat banyak a’in dan perhurufnya sudah pasti
mendapatkan pahala. Tapi saya tidak menyalahkan mereka yang berdemo, karena
saya tahu ulama itu ada dua macam:
1. Yang
lemah lembut, karena Rasulullah pada dasarnya mengajarkan kelembutan untuk
menaklukan kaum kafir.
2. Yang
keras, karena manusia zaman sekarang harus dikerasi baru paham, kalau lembek
akan diinjak-injak.
Kedua sifat tersebut tergabung
dalam satu pada diri Rasulullah. Beliau sangat lemah lembut, namun beliat
sangat keras saat peperangan. Keduanya tidak salah, seperti halnya Muhammadiyah
dan NU. Mau Muhammadiyah yang lebarannya duluan, ataupun NU yang lebarannya
besok, kita semua sama. Sama-sama berpuasa, sama-sama merayakan lebaran,
sama-sama shalat, yang membedakan hanya waktu lebarannya. Keduanya berpegang
teguh satu dalam Al Quran dan memiliki ulama masing-masing, yang salah itu jika
tidak berpegang teguh pada siapapun. Pertanyaanannya
1. Apakah
Muhammadiyah salah?
2. Apakah
NU salah?
3. Apakah
saya salah tidak ikut bedemo?
Masih disosial media. Saya heran kok umat islam cepat banget ya percaya akan hoax sebelum mencari tahu berita itu benar atau tidaknya? Langsung main share saja. Please sekarang 2016, jangankan berita, foto apapun bisa diedit agar terlihat nyata. Akhirnya timbul panas, kesal, dan dari situ bisa terjadi perpecahan. Harusnya kata-kata yang diamati adalah kata “PERPECAHAN” bagaimana agar perpecahan tersebut tidak muncul. Heran kok umat islam mudah diadu domba sama media.
Adalagi saya pernah dengar: “Jika ada umat islam yang tidak marah saat Al Quran dihina, maka keimanannya harus dipertanyakan” Awalnya sih statement ini keluar dari mulut habaib. Tapi karena di share, maka keluar dari mulut semua orang. Pikir saya apa tidak malu bicara seperti itu? Kita ini belum sempurna menilai seseorang, apalagi menilai keimanan seseorang. Shalat saja masih sering bolong, maksiat saja masih sering dijalankan. Kalau alim ulama yang bicara seperti itu sah sah saja, tapi kalau kita? Tanya pada diri sendiri apakah kita berhak mengeluarkan statement seperti itu? Saya marah ketika ada yang menghina Islam, saya marah ketika ada yang menghina Al Quran.
1. Apakah
kemarahan saya wajib saya umbar-umbarkan hingga seluruh dunia tahu kalau saya
marah?
2. Perlukah
saya bicara kepada setiap orang agar semua orang yang tidak marah terhadap hal
tersebut untuk satu suara seperti saya?
3. Apakah
tingkat keimanan saya baik jika saya marah dan meshare kemarahan saya saat Al
Quran dihina?
4. Apakah
tingkat keimanan saya buruk jika saya tidak marah dan tidak share kemarahan
saya saat Al Quran dihina?
Pernah saya dapat sepenggal
cerita tentang preman dan ustad. Ustad ini melihat adanya preman yang
bertaubat. Kata ustad: “Kamu preman kan? Ngapain kamu taubat. Allah gak akan
terima taubat kamu, percuma kamu shalat, dosa kamu sudah kebanyakan, sudah
pasti masuk neraka”. Mendengar statement ustad tersebut maka preman itupun
tidak jadi bertaubat dan kembali menjadi preman. Apa yang terjadi dengan ustad
tersebut? Ustad tersebut masuk neraka karena berstatment mendahului Allah,
karena ustad tersebut, preman yang ingin bertaubat menjadi patah arang dan
kembali melakukan kebathilan. Ustad saja bisa salah mengeluarkan statement, apa
statement kita sudah pasti benar (orang biasa/bukan ustad)?
Masalah surga dan neraka yang
ditanyanya adalah:
1. Siapa
Tuhanmu? Tuhanku Adalah Allah
2. Apa
Agamamu? Agamaku Islam
3. Siapakah
Nabimu? Nabiku Nabi Muhammad
4. Apa
Kitabmu? Kitabku Al Quran
Tidak ada pertanyaan tambahan:
5. Pro
penista agama atau kontra penista agama? Kontra penista agama
Ada lagi wanita muslim yang pro ahok dikatakan “kurang ngaji” Apakah statement ini berlaku untuk kita (orang biasa/bukan ustad) untuk menghakiminya? Dengan begitu wanita tersebut akan selalu jauh dari kata NGAJI, karena yang dia tahu saat ini dia ada diposisi yang benar.
Saya muslim dan saya kontra ahok. Tapi saya tidak menjatuhkan mereka yang pro ahok, saya cukup mendoakan agar mereka diberikan hidayah oleh Allah SWT, dan saya sadar kiamat itu semakin dekat bukan semakin jauh, jadi hal-hal serupa dengan ini nantinya akan timbul lagi, dan tanda-tanda datangnya hari akhir adalah Manusia tidak mengetahui lagi antara yang hak dengan yang bathil. Hal itu karena manusia sekarang terlalu pintar. Banyak orang pintar, tetapi tidak jadi orang benar. Berbeda dengan orang dulu yang jika dikatakan: “Jangan menjahit dimalam hari, pamali” Adanya kata PAMALI tidak akan menjadi pertanyaan lagi, pokoknya pamali. Tapi sekarang harus ada jawaban kenapa tidak boleh menjahit dimalam hari? Karena tidak terlihat (lebih gelap dibandingkan siang hari) meski adanya lampu penerangan, dengan menjahit di malam hari kemungkinan jarimu tertusuk jarum akan lebih besar dibandingkan kamu menjahit pada siang hari. Intinya nasihat orang dulu benar tapi pada saat sekarang nasihat itu tetap berlaku jika ada alasannya. Contohnya dalam hal agama: Seorang wanita yang sedang mens dilarang masuk masjid. Saat ini banyak mereka dengan ilmu logisnya yang mengatakan, tidak apa asal tidak tembus, kalau dulu kan belum ada pembalut jadi pasti tembus. Logikanya memang benar, tapi kemaluan wanita bentuknya dari dulu sampai sekarang tetap sama, bukan karena tembus atau tidaknya tapi masjid adalah tempat suci dan wanita yang mens sedang dalam keadaan tidak suci, jangankan masuk masjid, berkeliaran disekitar masjid saja makruh. Hukum dalam islam sudah jelas dan tidak dapat dikarang lagi, jadi janganlah pakai keadaan sekarang untuk merubah hukum tersebut, hanya perlu kelogisannya yang lebih dipertanggung jawabkan untuk mereka orang-orang logistis.
Jadi janganlah timbul konflik
antara yang pro ahok dengan yang kontra ahok. Toh mereka masih satu agama
dengan kita, ibadahnya juga masih sama. Jangan suka menjudge orang, baik yang
pro ahok maupun yang kontra ahok. Carilah persamaan jangan mencari perbedaan,
karena dari situlah akan tumbul perpecahan. Ibarat padi makin berisi, makin
merunduk, ibarat orang makin pintar makin tidak sombong. Kalau sudah tahu
mereka salah dan tidak mau dibenarkan, cukup doakan saja agar mereka mendapat
hidayah.