Based on a true story
Benar tadi seperti perkataanmu "lo kaya mau pergi jauh aja". Inilah pergolakan hatiku, yang
tidak pernah tergambarkan sama sekali dalam pikiranku dulu. Cinta memang penuh
lika liku, dan kita sudah seharusnya ikhlas terhadap jalannya cinta. Jangan ada
yang disesalkan, karena memang tidak diperlukan! Bisa dibilang inilah protesku
pada cinta yang datang dan pergi. Tidak semua akhir cinta harus happy ending,
karena cinta memang tidak harus saling memiliki. Tapi pernyataan itu memang sangat
sulit pada kenyataannya, tidak semudah ucapannya. Aku mencintai seseorang yang
tak dapat kumiliki, sangat perih namun aku harus tetap ikhlas. Soalnya ada yang melarangku untuk bersabar “tapi ikhlasin aja, emang udah jalannya” ya, kamu lebih suka dengan perkataan seperti itu. Jika hidup bisa diputar ke masa lalu, aku
lebih memilih tidak mengenalmu, dan jika diperizinkan oleh Tuhan, aku mohon
dengan sangat untuk amnesia agar cepat melupakan rasaku padamu. Mohon dengan
sangat, mohon dengan sangat, mohon dengan sangat!
Mungkin hari itu menjadi hari
pertama dan terakhir kalinya kita kencan berdua. Ya, memang tempat itu adalah
tempat pertama kali kita kencan berdua. Pertanyaanku, kenapa harus jadi tempat
yang terakhir juga? Ingat saat pertama kali kita berbincang? Kamu memakai batik dan celana bahan, persis seperti waktu perpisahan kita, walau warna batik dan celanamu berbeda. Seperti sudah direncanakan, tetapi tidak. Melewati malam dengan
hujan dan kopi. Aku memang sudah menduga akan hal itu, hanya saja aku lebih
suka mendengar langsung dari bibir seksimu. Aku bukan tidak mau untuk bertanya,
tapi aku mengikutimu. Kamu yang tidak pernah bertanya akan rasaku, hingga kamu
memiliki jawaban sendiri tentang rasaku. Bukan! Bukan itu jawabanku! Sepertinya
juga sudah cukup waktu yang kuberikan untukmu. Lagi-lagi kamu tidak bertanya,
seolah-olah kamu seorang paranormal yang mengetahui isi hatiku, dan menjawab
isi hatiku tanpa adanya pertanyaan darimu. Lihat! Hebat sekali dirimu!
Seolah-olah kamu paling pintar! Hingga menyangkal semua pernyataanku. Kamu
memang lebih tua dibandingkan aku, tapi tidak semua statmentmu benar! Ini semua
salahmu! Selalu enggan untuk disalahkan! Siapa suruh kamu menanam rasa untukku?
Siapa suruh kamu memberitahuku? Siapa suruh kamu terus mendekatiku? Hingga aku
menanam rasa yang sama sepertimu? Sudah-sudah, saat ini bukan waktu yang tepat
untuk saling menyalahkan, siapa yang salah? siapa yang patut disalahkan? dia
yang salah? aku yang salah? kamu yang salah? Rasa ini yang salah!
Bukan kepo! Saat-saat itu memang
saat genting. Aku mengingkari janjiku, mungkin itu yang membuatmu kesal. Saat itu
semua kegalauan menyelimuti diriku. Aku rasa penyakit asmaku kali ini kambuh,
pasokan obat-obatan telah aku siapkan. Ternyata salah, bukan paru-paruku yang
menyempit, tapi hatiku yang kempis. Seperti saat uji adrenalin jet coaster,
tapi ini lebih parah! Mungkin jet coaster yang menyerupai angka 8 yang panjangnya
SeJakarta-Tangerang. Andai aku tidak memiliki kemampuan untuk dapat menggunakan
ilmu pengetahuanku, aku sama sekali tidak ingin melihat obrolan kalian. Itu
membuat hatiku lemas, gemetar, berdiripun sulit. Mendengar langsung darimu,
seperti kesambar petir di malam itu, padahal hujan saat itu tidak terdengar
gemuruh halilintar sama sekali. Tidak dapat terbayang olehku yang iri akan
kalian yang bebas, justru sekarang kalian yang menempati posisiku, giliran aku
yang bebas. Bukan aku tidak mau berjanji lagi untuk tidak melihat obrolan kalian, tapi aku takut kamu tidak percaya lagi padaku, yang jelas aku yang sekarang enggan melihatnya. Aku hanya memberikan selamat atas perputaran kehidupan ini, untuk
kalian yang memulai hidup baru, dan pastinya untuk merayakan kebebasanku.
Mudah-mudahan kisah kalian selalu lurus, tidak seperti kisahku. Tidak ada di
suatu ketika seseorang yang datang memasuki cerita kalian dan membuat rasa
diantara kalian terbagi. Jangan anggap ini adalah sebuah permainan yang
terdapat pemain dan penonton di dalamnya. Cukup! Aku sudah muak mendengarnya!
Nanti hingga tiba saatnya, ini
memang sungguh tidak adil! Saat nanti aku bertambah usia, kamu sudah tidak lagi
di sampingku. Padahal saat kamu bertambah usia kemarin, aku yang menemanimu
sampai 12 a.m, sampai tiba pergantian hari dan tanggal. Saat itu musim
penghujan pasti sudah berhenti di luar, giliran musim penghujannya pindah ke
hatiku. Serta cita-citaku yang ingin menapakkan kaki di atas awan tetap akanku kejar, tapi bukan bersamamu melainkan bersama teman-temanku. Maaf, ini karena aku tidak menginginkan terlalu banyak kenangan tentangmu, maaf juga aku terlalu banyak menggunakan kata "tapi ini dan tapi itu" aku tau kata-kata itu yang kamu benci. Perpisahan kita juga tidak menutupi hari dan tanggal dimana pertemuan kita, memang sebentar lagi tertutup, tapi ini terlalu cepat bagiku. Jangan tanya kenapa, inilah jawabannya. Keegoisanku yang
menggenggammu, dan sekarang aku harus merelakan kepergianmu untuknya dan
belajar mengikis rasa dan semua kenangan tentangmu. Memang sangat sedih saat
harapan berubah menjadi kelabu. Jangan pikirkan perasaanku, nanti kosentrasi
pacaranmu hilang. Tenang, aku yang sekarang sudah lebih kuat, karena ada yang
bilang padaku “kalau galau cukup seminggu saja” setelah itu cobalah bangkit
walau tertatih, karena hidup terus berjalan.
Satu pesanku, jangan bawa dia ke
tempat kita. Biar tempat itu menjadi kenangan antara kau dan aku. Terima kasih
buat kamu yang sudah mengisi hari-hariku, buat kamu pelengkap ceritaku, buat
kamu kakak terbaikku, terimakasih untuk semuanya. Akupun tak tupa meminta maaf
jika selama ini aku pernah menyakiti hatimu, mempermainkanmu, keegoisanku, perlakuanku,
dan yang pasti atas rasaku. Mungkin menurutmu aku egois dalam memutuskan semuanya
sendiri, cepat, padat, rapat, tanpa dapat diganggu gugat. Tapi hanya wanitalah
yang mengerti perasaan wanita yang lainnya. Aku akhiri cerita kita di sini. Mungkin
rasa ini sangat belum aku inginkan kadaluarsa. Entah tanggal berapa
kadaluarsanya, kamu yang tahu, yang jelas aku sudah melewati tanggal kadaluarsanya,
untung tidak mati, cuma koma sebentar. Semoga kamu bahagia dengannya dan kita
masih tetap menjadi teman.
#saat-saat penyatuan
hujan&kopi&malam
1 comment:
Kisah siapa ini yah?
Post a Comment