Wednesday 13 April 2011

Resensi Novel Dia, Tanpa Aku



Model by @hudaellieza
“Gue suka cewek lo”

Novel tentang penantian cinta yang hilang dalam kematian

Judul Buku          : Dia, Tanpa Aku
Penulis                 : Esti Kinasih
Penerbit              : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan               : II, Februari 2008
Tebal Buku          : 280 Halaman

                Novel ini mengisahkan tentang nasib Ronald, kelas SMA 2 yang sudah lama naksir Citra anak kelas 3 SMP. Tapi Ronald belum mau PDKT. Ia menunggu sampai Citra masuk SMA, karena itu ia hanya dapat mengamatinya dari jauh. Saat yang ditunggu-tunggu Ronald tiba, Citra masuk SMA. Namun Ronald kecewa ternyata Citra masuk SMA yang sama dengan adiknya Reinald, sekelas pula. Keinginan dan harapan Ronald untuk mendekati citra tak pernah terwujud, ia kecelakaan dan tewas di tempat, ketika ingin berkenalan langsung ke rumah Citra.
                Reinald menganggap Citralah penyebab kematian kakaknya. Keduanya kemudian kerap bertengkar tanpa Citra tahu pasti alasannya. Sikap Ronald berubah drastis ketika Citra memutuskan mengacuhkannya. Kini Reinald berada di posisi yang sama seperti Ronald dulu. Ia hanya dapat mengamati Citra, tetapi Citra sama sekali menghiraukannya. Dan akhirnya Reinald tak lagi ingin menjaga Citra demi almarhum Ronald, tetapi karena dirinya sendiri. Dan itu membuat Ronald kembali dengan sosok yang abstrak. Kembalinya Ronald hanya ingin memyampaikan suatu hal kepada Reinald, yaitu menitipkan Citra kepada adik yang sangat disayanginya.
Itulah isi novel Esti Kinasih yang ditulis awal tahun 2008. Pembaca dihadapkan pada kenyataan tentang cinta dan kematian yang tidak dapat ditolak. Seseorang Ronald yang menanti-nanti pujaan hatinya akan tumbuh dewasa dan menjadi miliknya tak kunjung jua, karena maut yang lebih cepat menjemputnya. Dan akhirnya, Reinald sang adik yang dicintainya yang mendapatkannya. Novel ini berakhir dengan restu dari Ronald sang kakak.
                Cinta dan kasih sayang, adalah hal yang paling melekat dalam novel ini. Sebuah dialog dari Ronald kepada Citra dan Reinald. (hal. 270)
“Kenapa gebetan lo itu lo kasih ke adik lo?” Citra bertanya. (….)
“Karena gue udah nggak bisa jaga dia”, Jawab “Ronald” (….) “Soalnya gue harus pergi” (….) “ke tempat cewek itu nggak bisa nyusul”(….) Keheningan yang membuat tubuh Reinald menggigil hebat. (….) “nggak usah merasa bersalah gitu. Dari pada tuh cewek gue bawa ke sini. Mendingan dia sama elo”. (….)  “Gue sayang elo, titip cewek itu, ya?”
Ronald yang menyerahkan cintanya kepada sang adik demi kebahagiaan keduanya, karena ia paham betul cinta itu tidak harus memiliki dan rela melepas cintanya demi sang adik yang sangat disayanginya. Cinta dan kasih sayang, suatu hal yang tidak pernah luput dari remaja. Sekitar 90% remaja menyukai tema tersebut. Kasih sayang dan kerinduan dari sebuah keluarga juga sangat kental dalam novel ini.
Bukan hanya cinta yang dibahas dalam novel ini. Maut yang tidak pernah diketahui datangnya juga dibahas dalam novel ini. Pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban yang bermunculan dalam pikiran Andika. (hal. 82-83)
Tidakkah mereka, orang-orang yang sudah “pergi” itu, juga merasakan kepedihan yang sama? Apakah mereka juga tetap mengingat dan menyimpan semua kenangan? (…) Apakah mereka juga berusaha menembus bagian yang terputus itu? (…) Berusaha menggapai kembali orang-orang yang mereka cinta. (…) Sama seperti orang-orang yang masih hidup, yang mereka tinggalkan, berusaha terus “mencari” dan “menghidupkan kembali” mereka yang telah pergi. (….) Kemana perginya jiwa-jiwa yang lepas dari badan?
Kematian yang tak diduga kedatangannya membuat impian Ronald sirna. Kematian menjadi masalah menarik dalam novel ini, karena remaja sekarang banyak yang telah melupakan bahwa kematian pasti akan datang kepada siapa saja. Remaja sekarang lebih banyak memikirkan duniawi dari pada akhirat. Hal-hal mistik yang jarang sekali menjumpai remaja saat ini, justru dalam novel ini dihadirkan hal-hal mistik yang kerap menjumpai orang-orang terdekat yang baru kehilangan seseorang. Ini sebuah tingkat imajinasi penulis yang sangat tinggi. Penulis menghadirkan hal mistik kepada pembaca untuk memberitahukan bahwa orang yang telah meninggal, jiwanya tidak akan pernah mati.
Masalah yang dibicarakan dalam novel ini sudah akrab di telinga remaja saat ini, tentang persahabatan yang sempurna. Humor yang tinggi, membuat buku ini enak dibaca. Tokoh-tokoh dalam novel ini juga rata-rata remaja, maka Novel ini sangat meremaja dan dibuat memang untuk kalangan remaja. Kita juga akan kagum dengan bahasa yang dipakai, mudah dicerna, dan mengalir secara teratur, sehingga pembaca tidak terlalu banyak menghabiskan waktu untuk berfikir. Banyaknya pelajaran yang dapat dipetik dari novel ini menjadikan novel ini bagus untuk bahan bacaan, khususnya para remaja untuk meningkatkan pengetahuannya. Novel ini dapat mengantarkan pembacanya untuk berpengetahuan lebih luas lagi tentang cinta dan pengorbanan, bahwa cinta tak harus memiliki. Tentang kematian, bahwa maut datang kapan saja dan di mana saja.
Kekurangan dalam novel ini adalah banyaknya pengetikan yang salah. Novel ini belum dapat dikatakan karya sastra, menyangkut keindahan bahasa yang belum terlihat dalam novel ini. Namun novel ini sangat bagus untuk dibaca, khususnya remaja, karena masalah yang dibicarakan dalam novel ini juga sudah akrab di telinga remaja dan kerap dijumpai remaja saat ini. Mulai dari penantian yang tak terbalas, pengorbanan cinta, benci jadi cinta, dan sebagainya.