Wednesday 28 December 2011

Analisis Novel

Iri Hati
Oleh Lieza Yanti

Judul buku : Sengsara Membawa Nikmat
Pengarang : Tulis Sutan Sati
Penerbit : Balai Pustaka 
Tahun Terbit : Cetakan X, 2006
Tebal : 204 halaman 

Sekilas mengenai novel “Sengsara Membawa Nikmat”

A. Sinopsis
Tulis Sutan Sati ingin menggambarkan sebuah hegemoni kekuasaan yang mewarnai kehidupan masyarakat Minangkabau pada zamannya. Kisah dalam novel ini berawal dari kebencian Kacak, kemenakannya Tuanku Laras - seorang penghulu kampung - terhadap Midun. Kacak membenci Midun karena ia sangat disayangi oleh orang sekampung. Sementara Kacak, tidak dihormati orang. Kesempatan untuk membalaskan dendam akhirnya tiba. Bermula dari sikap Midun yang menjadi pahlawan bagi orang-orang di pasar atas ulah Pa Inuh - pamannya Kacak yang hilang ingatan  yang membawa pisau dan mengamuk di pasar. Sebenarnya Pa Inuh tidak dilukai oleh Midun, karena luka tersebut adalah atas ulah Pa Inuh sendiri. Namun, Kacak merasa tidak terima. Ia melaporkan Midun kepada Tuanku Laras hingga ia dihukum bekerja rodi selama enam hari. 
Kebencian Kacak kepada Midun semakin manjadi-jadi. Ia membayar Lenggang - pembunuh bayaran - untuk membunuh Midun pada saat perhelatan pasar malam dan pacuan kuda di Bukittinggi. Namun, usaha tersebut gagal dan berakhir dengan dipenjaranya Midun dan diasingkan ke Padang selama enam bulan. 
Setelah masa hukumannya usai, ia mencoba menolong Halimah yang dikenalnya saat menjalani hukuman. Halimah yang jiwanya terancam, meminta Midun untuk mengantarkannya ke Jawa. Sebuah petualangan hidup akhirnya dijalani Midun dengan sukses sampai akhirnya ia diangkat menjadi menteri polisi dan kemudian menikah dengan Halimah. Sementara itu, ayah Midun meninggal di kampung halamannya dan seluruh harta warisan ayahnya diambil oleh pihak keluarga ayahnya. 
Selama enam tahun, Midun tidak pernah pulang ke kampung halamannya. Ia bersama istrinya, berniat menemui keluarga Midun. Midun kemudian ditugaskan di Bukittinggi sebagai asisten demang. Kemudian ia dingkat pula menjadi penghulu kampung. Bagian ini merupakan akhir dari cerita ini. 
B. Analisis

1. Unsur Intrinsik

a. Tema

Tema yaitu pokok permasalahan yang mendasari cerita.  Tema yang diangkat oleh pengarang dalam cerita Fiksi “Sengsara Membawa Nikmat” adalah sosial. Nuansa sosial terlihat sekali dalam cerita ini. Seseorang yang mempunyai dendam dan berniat untuk membalaskan dendamnya kepada seseorang karena kecemburuan sosial.
Pengarang mencoba mengangkat tema demikian karena pengarang mempunyai pandangan yang berbeda dengan kondisi masyarakat dalam cerita ini. Masyarakat yang masih mempunyai ketua suku (pemimpin) yang memimpin kampung daerahnya, dan pemimpin tersebut mempunyai sifat yang tidak adil pada masyarakatnya dengan membeda-bedakan kasta antar penduduknya. Dan pengarang ingin merubah kondisi itu. Dengan demikian diperlukan suatu media dalam penyampaian itu, dengan karangan berbentuk fiksilah yang cocok sebagai media tersebut.
b. Latar/setting

Latar/Setting adalah tempat dan suasana cerita terjadi.  Latar pada novel ini adalah netral. Latar netral yaitu latar dalam sebuah karya fiksi yang mendeskripsikan sifat khas tertentu yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar, sesuatu yang justru dapat membedakan dengan latar lain. Sifat yang ditunjukkan latar tersebut lebih merupakan sifat umum terhadap hal yang sejenis misalnya desa, kota, pasar, dan sebagainya yang dapat berlaku dimana saja, sehingga jika namanya dipindahkan, tidak mempengaruhi pemplotan dan penokohan. 
Alasan Pengarang menyajikan cerita fiksi ini, tidak lain agar dapat dibaca oleh semua orang. Dengan kata lain, cerita tersebut dapat dinikmati oleh semua pembaca secara universal.
c. Alur/plot

Alur/plot adalah rangkaian peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu.  Alur/plot dalam novel ini adalah alur maju yang mengalir sampai akhir cerita. Alur maju/progresif adalah pengungkapan cerita dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini ke masa yang akan datang.  Alur maju yang mengalir sampai akhir cerita. Tujuan Pengarang membuat alur yang sangat sederhana, yaitu alur maju/progresif adalah agar pembaca dapat dengan mudah mencerna cerita ini.

d. Penokohan.

Penokohan adalah pelaku yang ada dalam cerita.  Tokoh utama dalam novel ini ialah Midun. Ia adalah seorang yang pemberani, berbudi luhur, sabar, tanggung jawab, baik hati dan pekerja keras, ulet, pengasih, disenangi semua orang. Kita selidiki ketika terjadinya keabnormalan dalam logika Midun. Disuruh apa saja oleh Kacak, dia mau. Mengapa? Mungkin karena dia merasa bersalah dan itu adalah suatu bentuk pertanggungjawabannya. Tetapi kali ini Kacak sudah berlebihan. Ia menyuruh Midun kerja begitu keras, apa yang tidak semestinya dilakukan Midun, disuruhnya. Apa yang bias dilakukan Midun? Midun tidak dapat berbuat apa-apa, ia hanya bisa berdoa dan bersabar menghitung hari menjalankan hukuman dan akhirya ia pun jatuh sakit. Kacak, Tuanku Laras dan Dulubalang Tuanku Laras adalah tokoh antagonis dalam cerita. Kacak adalah kemenakan penghulu kampung yang sifatnya pendendam, iri hati, suka menganiaya, sombong, seka semema-mena, pemfitnah, egois dan suka menindas kaum yang lemah. Perlakuan Kacak sangat tidak manusiawi terhadap Midun. Kenapa? Karena dendamnya yang sangat membara kepada diri Midun. Ia iri terhadap Midun, karena sikap Midun yang ramah dan pintar bersosialisasi dengan masyarakat, sehingga masyarakat kagum dan menyenangi Midun, dan Midun pun sering menjadi bahan perbincangan masyarakat setempat. Sedangkan ia yang masih mempunyai ikatan keluarga dengan Tuanku Laras tidak disenangi, bahkan masyarakat enggan menegurnya dikarenakan sifatnya yang sombong. Tuanku Laras adalah seorang pemimpin yang tidak adil kepada rakyatnya, egois, sombong dan membeda-bedakan kasta penduduknya satu sama lain. Tokoh protagonisnya adalah orang tua Midun, Haji Abbas dan masyarakat setampat yang berpendapat bahwa Midun orang baik dan meyakini bahwa Tuanku Laras telah difitnah orang.

e. Sudut Pandang (point of view)

Sudut pandang adalah cara pandang pengarang terhadap tokoh.  Dalam novel ini menggunakan sudut pandang dia-an terbatas, karena pengarang tidak menjelaskan secara detail tentang pemikiran dan perasaan tokoh dalam cerita tersebut, pengarang hanya menjelaskan luarnya saja, tidak menjelaskan pikiran dan perasaan tokoh. Justru ini adalah kekurangan dalam cerita ini, pembaca tidak dapat langsung masuk dan berperan menjadi tokoh dalam cerita tersebut.

f. Genre

Genre adalah jenis yang dihasilkan dari kesastraan atau kesenian yang mempunyai gaya, bentuk, atau isi tertentu.  Novel ini termasuk genre sastra fiksi sosial. Suasana sosial sangatlah jelas terasa pada isi cerita ini. Mengenai suatu kondisi sosial dalam masyarakat yang masih mempunyai kepala suku dan kepala suku (pemimpin) dalam masyarakat tersebut tidak adil dan membeda-bedakan kasta antar penduduknya. Terlihat dalam sikapnya yang membela kemenakannya Kacak. Ide cerita yang muncul pada novel ini banyak mengilhami karya sastra modern.

g. Amanat/pesan

Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang lewat karyanya.  Dalam novel ini pengarang mengemukakan pesannya secara tidak langsung. Jadi, pembaca sendiri yang harus mencarinya (tersirat).
Amanat yang dapat diambil setelah pembaca membaca cerita ini adalah mengusung dinamika kehidupan dan dilema dari rasa dengki yang berbuah dendam membara. Pembaca serasa dibawa untuk ikut terharu mendalami cerita ini. Kesengsaraan dan kepahitan hidup yang diterima dengan ikhlas akan menghasilkan nikmat yang tak terperi. Jadi pemimpin itu harus adil, tidak boleh membeda-bedakan kasta. Apapun bentuk dendam, tidak akan menyelesaikan suatu masalah. Yang ada hanya akan menimbulkan kebencian dan ketidak sukaan orang lain. Dan sikap iri hati, hanya akan membawa kehancuran dalam kehidupan bersosialisasi.

f. Gaya bahasa

Gaya bahasa yang digunakan begitu mudah dicerna, walaupun pembaca harus berkutat dengan kebingungan akan penggunaan bahasa melayunya. Namun, cerita ini adalah hasil karya sastra yang mengagumkan. Pengarang berhasil mengolah kata menjadi kalimat yang indah dan dibumbui dengan kata kiasan, pepatah, pantun, dan peribahasa yang tepat.


2. Unsur Ekstrinsik

Untuk menganalisis unsur ekstrinsik diperlukan pendekatan. Pendekatan-pendekatan ini dimaksudkan agar analisis bersifat objektif  dan dapat dipertanggungjawabkan. Pendekatan yang digunakan disini adalah pendekatan sosiologis.
Faktor-faktor di luar teks termasuk dalam latar belakang sosial Pengarang dalam menciptakan karya sastra. Sedangkan hubungan teks sastra dengan masyarakat, karya itu adalah cerminan dari masyarakat pada waktu itu.

a. Latar Belakang Pengarang

Tulis Sutan Sati lahir pada tahun 1898 di Bukittinggi, Sumatra Barat, meninggal pada tahun 1942 zaman Jepang. Karya-karyanya terdiri atas asli dan saduran, baik roman maupun syair. Karya-karyanya yang asli berbentuk roman adalah Sengsara Membawa Nikmat (1928), Tidak Tahu Membalas Guna (1932), Tak Disangka (1932), dan Memutuskan Pertalian (1932), sedangkan karya-karya sadurannya dalam bentuk syair adalah Siti Marhumah Yang Saleh (saduran dari cerita Hasanah yang saleh), Syair Rosina (saduran tentang hal yang sebenarnya terjadi di Betawi pada abad lampau), Sabai nan Aluih (saduran dari sebuah kaba Minangkabau dalam bentuk prosa beriman).. Pengarang merupakan bagian dari angkatan Balai Pustaka, sastrawan Indonesia. Pengarang yang meninggal dalam usia 44 tahun ini, pernah menjadi guru dan redaktur Balai Pustaka. Ia adalah penyair dan sastrawan Indonesia Angkatan Balai Pustaka.
Novel ini pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1928. Walaupun merupakan sastra lama, cerita yang tersaji begitu memikat para pecinta sastra sehingga tak mengherankan jika novel ini mengalami cetak ulang yang ketigabelas pada tahun 2001. Novel ini adalah salah satu karya sastra yang memperkaya horison sastra Indonesia pada zamannya. 


b. Hubungan Antara Teks Dengan Masyarakat

Hubungan teks sastra dan masyarakat berkaitan erat antar teks sastra dengan kenyataan. Di dalam karya sastra terdapat nilai sosial budaya sebagai cerminan dari masyarakat.
Dalam novel ini, terlihat kondisi sosial masyarakat Minangkabau yang bertolak belakang dengan kondisi sosial pada masa ini. Masyarakat yang masih mempunyai kepala suku (penghulu kampong) sebagai pemimpin disuatu perkampungan, dan pemimpin tersebut kurang adil, sombong dan egois kepada penduduknya. Pengarang mempunyai pola pikir yang berbeda terhadap kondisi masyarakat pada saat itu. Dan ia ingin merubah sifat pemimpin tersebut dengan menjadikan Midun sebagai perantaranya. Dia mengembangkan pikiran Midun sebagai masyarakat kecil yang tidak mempunyai hak untuk membela diri.

C. Kesimpulan
Novel “Sengsara Membawa Nikmat” merupakan novel yang dikemas secara menarik dan imajinatif. Novel ini penuh petualangan tragis dan heroik Isinya merupakan pencerminan masyarakat minangkabau pada masa itu yang masih mempunyai kepala suku (penghulu kampong), dan ia mengembangkan perasaan masyarakat kecil dengan menjadikan Midun sebagai perantaranya. Sentuhan jiwa yang mendalam dari pengarang, sangat mengena di hati pembaca sehingga memberi kesan yang mendalam bagi pembaca. Kelebihan cerita ini adalah kepiawaian pengarang dalam mengemas cerita ini, menjadi sebuah novel yang mengharukan, penuh heroik dan mengusung makna hidup yang amat dalam. Daya pikat yang dimiliki novel ini adalah konflik antara tokoh utama serta konflik batin yang mampu tertambat di hati pembaca. Pengarang juga memberikan alur yang sangat sederhana untuk dinikmati para pembacanya, yaitu alur maju. Sehingga pembaca tidak disulitkan untuk lama-lama berpikir memahami isi cerita ini. 
Dibalik keindahan dan daya pikat yang ada, cerita ini membuat pembacanya mendapatkan kesulitan dalam menangkap maksud Tulis Sutan Sati, terutama karena banyaknya bahasa Melayu yang digunakan. Selain itu, ending yang ditampilkan tidak mengesankan sebagai sebuah klimaks yang menarik. Padahal sebagian besar cerita ini diwarnai dengan konflik. Ending tersebut sangat mudah diterka oleh pembaca. Dan dalam novel ini pula pengarang memakai sudut pandang diaan terbatas. Dimana Pengarang tidak menjelaskan secara detail apa yang dirasakan dan dipikirkan tokoh dalam cerita, Pengarang hanya menjelaskan secara luarnya saja, secara lintas saja. Itu menyebabkan pembaca kurang merasakan apa yang dialami benar-benar pada tokoh-tokoh dalam cerita ini dan pembaca kurang meresapi apabila pembaca menjadi salah seorang tokoh dalam cerita ini. Meski demikian , novel ini sangat layak untuk dibaca karena ceritanya begitu memikat dan penuh muatan yang dapat direnungkan dan diambil jadi teladan.

DAFTAR PUSTAKA
Tim Dimensi. 2006. Bahasa Indonesia, semester II.  Jakarta: Swadaya Murni
DepDikBud. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-2.  Jakarta: Balai pustaka
Laelasari S. S., dan Nurlilah, S. S., 2006. Kamus Istilah Sastra, Bandung: Nuansa Aulia
Rosidi, Ajip. 1988. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Binacipta
Suryanto, Alex dan Haryanta, Agus. 2007. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia. Tangerang: PT Gelora Aksara Pratama
Sati, Sutan, Tulis, 2006. Sengsara Membawa Nikmat. Jakarta: Balai Pustaka
(http://www.geocities.com/paktan1/bag/hgaris.jpg’) Browsing: www.google.com/Selasa/24-06-08/09.45

No comments: