Wednesday 28 December 2011

MIMPI UNTUK SHERYL

Dengan Eric

Jumat yang panas diliputi oleh panasnya awan yang tak dapat ditatap mata saat itu karena silaunya yang memuncak. Matahari sangat menyengat pun menyorot semua siswa SMA 108 yang berkeliaran di jam istirahat. Terlihat dua perempuan yang sedang berjalan ke arah kantin dikelilingi mata yang berkeliaran menyorot siswa tersebut.
“Sheryl….makin cantik aja!” terdengar suara cowok dari kerumunan di warteg Mami.
Hanya balasan senyum lembut dari cewek tersebut.
“Sher, udah makan belom?” kejar suara cowok yang berbeda dari tempat yang berbeda pula.
“Iya, makasih” jawab Sheryl dengan terus berjalan.
“Enak ya jadi orang terkenal, kemana-mana dipanggil orang” goda Isha pada temannya.
“Gue juga nggak kenal mereka” jawab Sheryl sambil menaikkan bahu “Lagian apa enaknya sih dipanggil-panggil gitu, sama cowok lagi!” lanjut Sheryl.
Sheryl memang tidak mengetahui kapan tepatnya semua orang mengenal dirinya, dan ia hanya biasa-biasa saja dengan ketenarannya di sekolah, tanpa membangga-banggakan diri. Semua orang iri padanya, selain pintar hampir dalam semua pelajaran, ia juga cantik dan kaya. Wajar kalau banyak cowok yang naksir dan ngejar-ngejar Sheryl. Sheryl di cap play girl di sekolahnya, apalagi sama cewek-cewek yang iri padanya. Tapi tanggapan dari Sheryl selalu positif terhadap mereka yang menilai negatif.
“Ada yang bisa dibantu Non?” tanya salah seorang pelayan kantin kepada Sheryl dan Isha yang baru menempati salah satu meja kantin.
“Somay nggak pake sayuran, bumbunya di pinggir” jawab Sheryl. “Oh ya, nggak pake lama” lanjutnya.
“Kalo mbak yang ini?” tanya pelayan kantin sambil menuliskan pesanan Sheryl.
“Bakso campur” jawab Isha yang sepertinya sudah terbiasa dengan pesanannya.
Sesaat kemudian pelayan pun kembali dengan membawa pesanan keduanya. Terlihat Isha yang langsung menyambar pesanannya dan menuangkan sambal dan saus yang cukup banyak di mangkoknya.
“Iiih…serem banget si lo, biarin aja mules-mules” tutur Sheryl sambil bergidik.
“Bodo!” singkat Isha sambil menyantap makanannya.
Sheryl belum juga menyentuh makanannya, ia masih sibuk dengan ponselnya. Tampak ia sedang membalas pesan yang datang dari ponselnya tersebut.
“Udah Sher makan, zikiran terus nih orang ya?” goda Isha kepadanya.
Tapi nampaknya itu tidak membuat Sheryl berhenti untuk memainkan jemarinya menyentuh layar ponselnya. Sambil menyantap makanannya, ia tetap memainkan jemarinya ke arah ponsel. Tiba-tiba datang sosok pria yang langsung menduduki bangku sebelah Sheryl sambil terengah.
“Huh, capek!” jawab pria tersebut sambil menarik makanan Sheryl, kemudian menyantapnya. “Jelek banget sih, makan garing banget kaya gini. Pake saus kek!” usul pria tersebut.
“Kamu pesen aja sana, nanti aku yang bayar sekalian” jawab Sheryl kepada pria tersebut.
Ternyata pria itu adalah cowok Sheryl yang sekarang, sudah 1 bulan kurang mereka jadian. Dia adalah Eric Ferdian, cowok kelas 2 IPS 3 yang menjadi salah satu kapten basket sekolahnya.
“Mas, somay satu campur” sambil mengangkat tangannya memanggil salah satu pelayan kantin. “Minggu besok aku tanding, lawan DALLAS” sambil mengarahkan wajahnya kearah Sheryl.
“Yaudah, latihan biar menang, biar nama sekolah kita tambah terkenal” ucap Sheryl sambil menyantap makanannya.
“Ya makanya, kamu dateng. Biar aku semangat, ya?”
“Kalo dapet izin ya?”
“Usahain dong, kamu kan nggak pernah ngeliat pertandingan basket” bujuk Eric merayu.
Sesaat kemudian pesanan Eric segera datang dan ia pun langsung menyantap makanannya, setelah selesai menyantap makanan tersebut, Eric pun pergi meninggalkan kedua orang cewek tersebut.
“Aku langsung ke lapangan ya? Nggak enak sama yang laen” pintanya singkat.
Sheryl hanya dapat mengangukkan kepala dan menyantap makanannnya.
“Lama banget sih makannya?” tegas Isha mengagetkan.
Sheryl hanya dapat menganga ketika mendapati mangkok Isha yang telah bersih tak tersisa. “Yaudah yuk, gue udah kenyang” jawabnya sambil mengeluarkan uang dari sakunya kemudian meletakkannya di meja makan tersebut.
Mereka pun berlalu melewati lapangan untuk langsung memasuki kelasnya, 2 IPA 2.
“Tuh liat cowok lo, lagi dipanggil-panggil aja tuh sama anak kelas satu” tutur Isha pelan sambil menyenggol tangan sahabatnya. Sheryl hanya dapat tersenyum rapat mendapati pemandangan tersebut.

∞∞∞

Begitu bel pulang berbunyi, mengabaikan panas matahari yang nyata-nyata panasnya sangat memuncak, semua siswa berkeliaran untuk pulang ke rumah masing-masing. Ada yang masih nongkrong, latihan eskul, ada juga yang masih di dalam kelas untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing.
“Kamu mau langsung pulang? Aku masih harus latihan basket sih, tapi kalo kamu mau pulang sekarang aku bisa break dulu” tanya Eric
“Ga usah, kamu terusin aja” Menghela napas sebentar. “Aku minta jemput mang koko aja, lagian panas banget kalo naek motor, nggak apa-apa kan?” tanya Sheryl memelas.
“Tapi kan lama kalo nunggu supir kamu jemput dulu, sama aja kamu nungguin aku latihan” (sambil berjalan).
“Yaudah kalo gitu, aku nungguin Mang Koko sambil liat kamu latihan” Sigap Sheryl.
“Yaudah, kamu nunggu disana aja” ucap Eric (sambil menunjuk salah satu tempat).
Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya Mang koko datang dan Sheryl pun langsung naik mobil tersebut.
“Hati-hati ya Mang, nitip Sheryl” kata Eric kepada Mang Koko.
“Nggak usah dipesen juga saya jaga” ucap Mang Koko sambil menjulurkan bibir bawahnya sampai melewati beberapa centi dari bibir atasnya.
Setelah melewati jalan yang penuh padat kendaraan, Shery pun sampai di rumah dengan wajah berpikirnya. Apa alasan yang dapat ia berikan untuk dapat menonton pertandingan basket SMAnya, apalagi yang main adalah kekasihnya. Lalu ia masuk kamar dengan berjalan bolak-balik di depan kasur.
“Aha! Gue ada ide!” ucapnya sambil melentikkan jari”
Sesaat kemudian ia langsung turun dan menarik telpon rumah, lalu menghubungi Mamanya yang sedang berada di kantor.
“Ma, minggu besok aku ada pelajaran tambahan di sekolah menjelang kenaikan kelas” ucap Shery dengan tampak tak terlihat menipu.
“Kenapa nggak sabtu aja?” tanya Mamanya balik di sebrang sana.
“Sabtu itu ada rapat guru, makanya jadinya hari minggu tambahan pelajarannya” jawab Sheryl meyakinkan
“Yaudah. Diantar Mang Koko ya?” terdengar jawaban perizinan itu di sebrang sana.
“Sip Mama, Muah. Dadah” Sheryl langsung menutup tlpon tersebut dan kembali ke kamarnya dengan perasaan riang.

∞∞∞

Tiba juga hari minggu, saat yang dinantikan Sheryl. Mang koko mengantarkannya sampai ke DALLAS dan berjanji untuk tutup mulut kepada orang tuanya. Sheryl datang telat beberapa menit, dan pertandingan itu sudah berjalan. Terlihat sosok Eric yang sedang memasukkan bola basket ke ring dan akhirnya masuk. Teriak support dari penonton pendukungnya. Sorak-sorak ramai penonton akhirnya membawa pertandingan itu maju ke menit-menit akhir dan akhirnya pertandingan tersebut di juarai oleh SMA 108. Terlihat wajah riang dan kecewa dari wajah para pendukung tersebut. Sheryl langsung menghampiri kekasihnya dan mengucapkan selamat.
“Eric, selamat ya. Kamu tadi keren banget tau di lapangan” bangga Shery pada sang kekasih.
Tetapi entah kenapa Eric langsung menarik tubuhnya dan mencium keningnya. “Makasih ya kamu udah dateng” tuturnya.
Semua teman sepertandingan hanya dapat menyuraki Eric yang terlihat begitu mesra dengan Sheryl. Tetapi terlihat raut wajahnya yang kecewa atas perbuatan Eric, tetapi Eric tidak menghiraukannya. Sesaat kemudian Mang Koko datang dan Sheryl langsung meminta izin kepada Eric untuk pulang karena Mang Koko sudah datang.
“Nanti dulu dong, biar nanti aku yang nganter kamu. Mana Mang Kokonya, biar aku ngomong”. Tegas Eric kesal mendapati Sheryl yang akan meninggalkannya.
“Nggak bisa, aku bilang cuma sebentar sama Mama” Jawab Sheryl menolak.
“Yaudah, hati-hati. Sorry aku nggak bisa anter kamu sampe depan, soalnya aku mau ngerapihin peralatan. Nggak apa-apa kan?” tanya Eric sambil merapihkan kostumnya.
Sheryl hanya menganggukkan kepala dan berjalan menjauh dari Eric. Wajah Sheryl berubah jadi masam dan pikirannya hanya tertuju pada rumah, rumah dan rumah. Sesampainya di rumah ia langsung naik ke kamar dan merentangkan tubuhnya yang terasa penat seharian berada di luar. Lalu ia pun mengambil ponselnya yang masih di dalam tas. Lalu ia pun menekan menu message dan mengirimkan Eric sebuah sms.
Ric, aq mw putus! Jgn tny knp, aq cpe..
Setibanya Eric di rumah, ia pun melihat berita masuk di ponselnya. Matanya terbelalak. Tidak ada angin, tidak ada hujan. Apalagi petir. Tiba-tiba Sheryl memutuskan hubungan mereka yang baru terjalin kurang dari satu bulan. Eric yang tidak terima perlakuan Sheryl, ia pun langsung mengontak Sheryl. Tapi lagi-lagi dengan perlakuan yang sama seperti yang ia lakukan kepada mantan-mantannya dahulu, Sheryl mengacuhkan panggilan Eric.

∞∞∞

Bel istirahat menyeruak, membuat siswa siswi SMA 108 beraktivitas keluar kelas. Terlihat Eric yang berjalan ke arah Sheryl dan Isha.
“Gue minta penjelasan, gue nggak terima sikap lo yang semena-mena sendiri. Gue salah apa? Gue kurang apa?” pertanyaan Eric yang bertubi-tubi dan lantang membuat perjalanannya tersorot siswa yang lain, yang telah dapat membaca kalau sang kapten basket itu baru diputuskan pacarnya.
“Kan aku udah bilang, aku udah capek pacaran sama kamu. Kamu ngertikan maksud aku?” jawab Sheryl malas-malasan.
“Oh, cuma itu jawabannya?” Tantang balik Eric sambil memincingkan mata. “Lo nggak tahu apa kalo gue bener-bener sayang sama lo. Gue nggak peduli sama cap yang anak-anak kasih ke lo, gue percaya kalo lo nggak seperti yang mereka bilang. Tapi ternyata gue salah, gue ketipu sama paras lo di luar yang ternyata busuk di dalam!”
“Makasih…kalo begitu udah berkurang kan tukang telpon-telponin aku siang malem” Jawabnya santai
Eric yang mendapatkan jawaban singkat dari sang mantan, langsung memalingkan wajah dan berjalan berbalik arah dengan kecewa 1000 macam di dada. Baru pertama kali ia mendapatkan perlakuan sehina ini dari mantannya. Bukan hanya Eric yang sakit hati dibuatnya, tapi semua mantan-mantan Sheryl Aliezha kerap dibuat kecewa olehnya. Walau pun banyak cowok-cowok yang sakit hati karena ulahnya. Tapi sampai saat ini Sheryl pun masih menjelma sebagai cewek idaman para pria. Sesampainya di kantin.
“Tuh, udah putus lagi, siapa lagi tu yang mau daftar?” Terdengar suara cowok yang tak terlihat wujudnya.
“Gue sih mau-mau aja, tapi dia mau nggak ya? Jawab salah seorang dari perkumpulan tersebut.
“Yang ada lo pencetak rekor. Jadian hari ini, putus juga hari ini. Soalnya gue nggak yakin dia mau sama muka garis-garis abstrak kaya lo gitu”. Jawab seseorang yang menghina dan merekapun tertawa.
Sheryl berjalan terus bersama Isha tanpa memperdulikan pembicaraan tersebut. Selagi ia tidak salah, ia tidak malu dengan perbuatannya. Ia pun langsung menduduki salah satu bangku kantin dan memesan makanan pengganjal perut. Kembali ia pun sibuk dengan ponsel yang terus dipegangnya.
Sher, ni K’Ferdy. Km msh knl?
Dilihatnya ponselnya dan langsung membalasnya.
K’Ferdi ktua OSIS? Ad pa y?
Ternyata maksud Ferdi kali ini adalah ingin mengantar Sheryl pulang, sepulang sekolah nanti. Sheryl tidak dapat mengiyakan ajakan Ferdy yang tiba-tiba mengsmsnya. Ia tahu image buruk yang sering melandanya, yaitu play girl. Sheryl segera melahap makanan yang telah dipesannya setelah menjawab sms Ferdy.
Sepertinya gosip Sheryl yang telah putus dengan pacarnya sudah menyeruak. Orang yang benci padanya muak melihat tingkahnya.
“Sok kecapepan banget sih tu anak!” terdengar suara cewek yang Sheryl kenal hanya tampangnya.
“Tau! Udah bagus Eric mau sama dia, pake diputusin segala, tanpa sebab gitu lagi” jawab orang yang berada di sebelahnya.
Sheryl berlalu saja seperti tidak mendengarkan pembicaraan tersebut. Bagi dia itu hanya angin lalu, lagi pula ia mengira dirinya belum dapat dinilai salah. Ia dan Isha langsung kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran seperti biasanya. Ditengah pelajaran.
“Kenapa sih Sher, Eric sama juga kaya mantan-mantan lo yang suka geratak gitu tangannya?” tanya Isha kepada sahabatnya yang sedikit lesu dengan sindiran di kantin tadi.
“Kapan gue mutusin cowok tanpa alesan itu Sha?” jawabnya pelan. Tapi tiba-tiba.
“Beneran? Sialan tuh anak!” sambil bertopang dagu dengan suara keras. Terlalu kesalnya Isha membuat pikirannya tidak sadar kalau pelajaran sedang berlangsung. Bu Rosida yang sedang mengajar langsung menegurnya.
“Kenapa Isha?” tanyanya santai. “Silahkan kerjakan soal ini” tunjuk Bu Rosida kepada papan tulis yang terpampang banyaknya soal matematika itu.
“Iya bu” jawan Isha sambil menggaruk-garukkan kepala.
Isha langsung berdiri sambil mencibirkan kedua bibirnya. Ia pun mulai mengerjakan soal yang hampir menutupi permukaan papan tulis karena terlalu banyaknya. Untungnya Isha agak jenius, ia pun dapat mengerjakan soal-soal itu dengan mudah setelah disuraki anak-anak sebagai preman kelas.

Dengan Ferdy

Hari mulai gelap ketika jam dinding menunjuk ke arah 6 sore. Mulai dari sms kemarin, Ferdy tidak ada bosan-bosannya memberikan sms yang berupa perhatian kepada Sheryl. Sheryl menimpali sms itu untuk hal yang biasa, tetapi akhirnya rasa itu pun ada. Sheryl mulai menyukai sosok Ferdy yang jenius dalam organisasi. Sepertinya Ferdy sudah mencium sejak lama berita putusnya Sheryl dengan kapten basket itu. Maka dari itu Ferdy terus melakukan berbagai macam cara untuk mendekati Sheryl. Ferdy anak kelas 3 IPA 3 itu kesekian kalinya mengajaknya pulang bareng, akhirnya Sheryl pun mengiyakan ajakan Ferdy.
Setelah bel pulang berbunyi, Ferdi yang telah rapi-rapi dari atas sampai bawah dan minyak wangi yang ia tumpahkan ke seluruh tubuhnya langsung menghadap Sheryl.
“Hmm….Wangi banget” dengus Sheryl sambil memincingkan hidung.
“Oh itu mungkin, tadi minyak wangi kakak pecah. Dari pada sayang-sayang kebuang, mending di lap ke baju” sambil tersenyum menggoda.
“Oh, gitu” jawab Sheryl sambil tersenyum rapat. “Ya udah yuk pulang, nanti kalo telat bisa kena marah aku sama orang rumah”
Ferdy langsung melihat jam tangannya dan terlihat jarum jam menunjuk ke arah jam tiga sore. Ia langsung kaget, ternyata Sheryl sudah rela menunggunya selama 1 jam sendirian. Selama itu kah waktu gue di kamar mandi? tanya ferdy dalam hati.
“Duh, kakak lama ya?” tanya Ferdy pelan
Udah tahu lama, pake nanya lagi, ngapain aja sih di kamar mandi? Kalah cewek. Tutur Sheryl dalam hati. Sheryl hanya menjawab dengan senyuman.
“Sorry ya? Yaudah yuk kita langsung cabut” sambil menarik tangan Sheryl ia pun menuju parkiran motor yang terletak tidak jauh dari posisi mereka sekarang.
Ferdy pun mengantarkan Sheryl sampai rumahnya yang masih satu arah dengan rumahnya juga.
“Makasih ya kak, hati-hati di jalan” ucap Sheryl kepada Ferdy yang masih duduk di atas motornya.
Menaikkan helmnya sedikit. “Iya sama-sama. Dadah Sher…”
Ferdy pun menuju rumah dengan hati yang gembira, karena ini pertama kalinya ia mengantar Sheryl. Cewek terpopuler sesekolahnya. Ia sangat bangga jika dapat berpacaran dengan Sheryl. Ini juga dapat mendongkrak popularitasnya di sekolah. Selain ketua osis, Ferdy adalah cowoknya Sheryl Aliezha. Anak sulung dari keluarga Suyoto. Ucapnya beberapa kali dalam hati.
Sesampainya di rumah, ia langsung mengontak Sheryl dan memberi kabar dirinya sudah sampai di rumah. Akhirnya Ferdy menyatakan perasaannya kepada Sheryl dan kemudian Sheryl mengiyakan ajakan tersebut. Ya, ajakan untuk berpacaran.
“Sher, kakak sayang banget sama kamu. Jangan kecewain kakak ya?” ucap Ferdy di telpon.
“Aku nggak akan ngecewain kakak kalau kakak nggak ngecewain akau kok. Kakak takut ya dengan julukan aku di sekolah?” tanya Sheryl di sebrang sana kepada Ferdy.
“Enggak kok, kakak cuma mastiin aja. Soalnya kakak nggak mau kalau sampe kamu tinggalin”.
“Aku juga sayang kakak” kejar Sheryl datar.
Percakapan telpon itu akhirnya berakhir dan membawa senyum kemenangan pada diri Ferdy. “Gue harus buktiin ke anak-anak, kalo cuma gue yang bisa jadian lama sama Sheryl. Lagian apa ruginya coba jadian sama dia?” tutur Ferdy sendirian.

∞∞∞

Berjalan seminggu waktu pacarannya, Ferdy mulai boring dengan gaya pacaran Sheryl. Setiap hari hanya mengantar jemput Sheryl dari rumah ke sekolah. Menurutnya itu tidak lebih dari menjadikan tukang ojek untuk Sheryl.
“Sher, kita kok nggak pernah jalan bareng ya?” tanya Ferdy suatu saat kepada Sheryl.
“Yaudah kita jalan bareng ke kantin yuk, kebetulan aku laper nih” jawab Sheryl cuek.
“Maksud kakak jalan me mall Sher…”
Sheryl yang sudah tahu maksud Ferdy sebelumnya akhirnya mengiyakan ajakan Ferdy untuk pergi ke mall hari libur nanti.
“Nggak janji ya, soalnya susah izinnya” jawab Sheryl memelas.
“Iya, tapi usahain. Kita kan nggak pernah jalan bareng Sher…” jawab Ferdy kesal.
Sheryl pulang dengan keadaan bingung, alasan apa lagi yang harus ia sampaikan kepada orang tuanya. Akhirnya Sheryl mempunyai ide untuk membeli perlengkapannya yang sudah habis dengan mengajak anak dari pembantunya yang masih kecil.
“Pa, aku mau ke mall sebentar ya nanti hari libur” pintanya kepada Ayahnya yang seorang dokter itu.
“Mau ngapain emang?” tanya ayahnya yang sangat sibuk dengan pekerjaannya.
“Mau beli perlengkapan aku yang udah mulai habis, aku juga ngajak I’am anak Po Tikah. Pas banget dia lagi dateng ke rumah. Kan dia nggak pernah jalan-jalan tuh, apalagi ke mall. Sekalian refreshing!” jawabnya menegaskan.
“Yaudah, tapi di anter Mang Ucup ya?” tegas ayahnya di sebrang sana.
“Oke Papa ku sayang…!” jawabnya sambil menutup telpon.
Sheryl pun mendapati perizinan itu dan langsung menuju kamarnya. Izin sama siapa pun baginya nggak masalah selagi itu orang rumah. Walaupun Ayahnya seorang Dokter dan Ibunya seorang Bisnis Woman, ia tetap menghargai bahwa itu semua semata-mata untuk menghidupi keluarga, jadi ia tetap meminta perizinan dari salah satu di antara mereka. Ia memang sering kesepian, tetapi setiap kesepian itulah ia meluangkan waktunya untuk membaca buku dan belajar.

∞∞∞

Pada waktu yang dinanti akhirnya mereka pun bertemu di mall yang telah mereka sepakati. Tapi Ferdy yang kaget dengan adanya anak kecil yang dibawa Sheryl.
“Itu siapa, Sher?” tanya Ferdy tertegun.
“Ini anaknya Po Tikah”. sambil menjulurkan tangan anak kecil tersebut. “Kenalin nih Om Ferdy” Lanjutnya kembali.
Ferdy langsung pasang muka bete melihat Sheryl membawa anak kecil tersebut. Bisa kacau rencana kencan gue kalo begini. Anak tuyul siapa si yang dibawa Sheryl? Tutur Ferdy dalam hati.
“Aku sengaja ngajak anaknya Po Tikah, soalnya dia jarang banget jalan-jalan ke mall kaya gini. Mempung dia lagi ada di rumah, sekalian deh aku ajak jalan. Ga apa-apa kan Kak?” tanya Sheryl tenang.
Ferdy hanya bisa pasrah dengan apa yang menimpa dirinya mengiyakan pertanyaan Sheryl. Dengan muka masam Ferdy, mereka pun berjalan ke Time Zone. Sedang asyik-asyiknya mereka bermain, dengan canda yang Ferdy keluarkan, ia pun menepuk bokong Sheryl. Sheryl hanya dapat diam sesaat dan melanjutkan permainan sampai koin tersebut habis di tangannya. Sheryl pun mengajak pulang Ferdy dan merasa cukup permainan saat ini.
“Udahan ni? Masa Cuma main time zone doang, nggak nonton?” tanya Ferdy kecewa.
Sheryl lebih kecewa. Ia memutuskan untuk segera pulang karena enggak punya waktu banyak dari orang tuanya. Lalu mereka pun pulang dengan muka Sheryl yang terus di tekuk sampai rumah.
Sesampainya di rumah, ia pun tertuju pada kamar dan segera mengantarkan anak Po Tikah ke dapur. Lalu tergeletak di tempat tidur dengan wajah yang cemberut dan langsung berjalan ke arah note book. Lalu ditulisnya,
Ferdinand → out
Lalu ia pun mengambil ponsel yang terletak cukup dekat dari jangkauannya. Ia pun langsung mengirimkan sms ke Ferdy.
Sory sblmny.. Aq mw ptus, jgn tny knp, aq cpe..
Selalu. Hanya itu yang keluar dari mulut Sheryl ketika mengakhiri sebuah percintaan. Setibanya Ferdy di rumah, ia langsung melihat ponselnya yang terlihat 1 pesan baru dari “ChyNkQ”. Seperti disambar petir siang bolong, ia melihat ponsel itu dengan wajah bingung yang mendalam. Ia langsung calling Sheryl dengan berbagai cara. Tetapi Sheryl terus reject semua panggilan dari Ferdy. Ferdy sangat sakit hati dengan pernyataan Sheryl yang begitu tiba-tiba. Semua cara telah ia gunakan demi mengembalikan Sheryl padanya, tetapi semua itu nihil hasilnya.
“Kamu pernah bilang kalo kamu nggak akan ngecewain kakak” kecewa aryan.
“Kakak masih inget juga dengan jawaban aku selanjutnya?” jawab Sheryl tenang.
“Apa?” sepertinya Ferdy lupa dengan ucapan Sheryl yang dilontarkannya dengan pasangan wajah bingung.
“Yaudah kalo nggak inget, yang jelas aku punya alasan tersendiri buat mutusin kakak”.
Berbeda dengan mantan-mantan sebelumnya, Ferdy menaruh dendam pada Sheryl. Ia menginginkan Sheryl mendapat perlakuan sama seperti dirinya kelak. Bukan hanya Ferdy yang dendam akan perbuatan Sheryl, tetapi mantan-mantannya yang lain juga sempat nenaruh dendam padanya.

Siapa dia?

Di pagi hari yang dingin, berbeda dari biasanya Sheryl terlambat masuk sekolah. Sesampainya di sekolah, ternyata gerbang sekolah sudah tertutup rapat dan menyisahkan salah satu siswa cowok.
“Pak, tolong bukain yah. Supir saya baru, jadi agak sulit menunjukkan arah jalan sampai sini” pinta Sheryl memelas kepada Pak Satpam penjaga sekolahnya.
“Yaudah, karena kamu baru kali ini telat, saya perbolehkan kamu masuk. Tetapi tidak untuk yang satu ini” jawab Pak Satpam sambil memincingkan mata ke arah siswa tersebut.
Siswa cowok itu hanya dapat berdiam diri seperti biasanya.
“Ga bisa gitu dong Pak, kan kasian. Masa cuma saya yang boleh masuk, dia nggak boleh” Kejar Shery sambil terengah.
“Dia itu rajanya telat, saya sampe capek kalo ngadepin dia ini” sambil menunjuk wajah siswa tersebut.
“Yaudah kalo gitu izinin dia sekali ini aja, kan kasian kalo saya doang yang diperbolehkan masuk”
“OK!” tegas Pak Satpam. “Untuk kali ini kamu selamat, awas kalo sampe telat lagi”
“Makasih” hanya itu jawaban dari siswa tersebut kepada Sheryl dan Pak Satpam.
Sambil melaju ke kelas, Shery hanya dapat melihat cowok tersebut dari jauh. Ia tidak kenal dengan sosok tersebut, bahkan dia lupa menanyakan namanya dikarenakan cowok tersebut langsung lari menuju tangga ketika mendapatkan pintu gerbang yang dibuka untuknya. Siapa dia? Dilihat dari penampilan dan tampangnya, sepertinya dia tidak terlalu eksis di sekolah.
“Maaf Pak, apa saya boleh masuk?” memohon Sheryl sambil mengangkat tangannya di depan pintu kelas 2 IPA 2.
“Silahkan, jangan telat lagi ya?” pesan Pak Hilman guru Bahasa Inggrisnya.
Menuju kursi tempat duduknya, Isha langsung menghujani pertanyaan. “Kenapa sih lo telat terus dari kemaren? Tumben-tumbenan. Biasanyakan lo nggak pernah telat”
“Duh, lo tuh jadi orang bawel banget ya? Biarin gue tarik napas dulu kek” jawab Sheryl dengan muka kusut sambil mengeluarkan buku pelajaran Bahasa Inggris. “Supir gue baru, jadi agak susah dia ngapal jalannya” lanjutnya pelan.
“Emangnya lo nggak ngarahin jalan apa?” tanya Isha lagi.
“Duh, emang kata lo nunjukin jalan gampang apa? Lo tu kan kebiasaan gue kalo berangkat sekolah? Tidur di mobil” jawab Sheryl semakin kesal. “Udah ah introgasinya, entar di suruh maju Pak Hilman loh” lanjut Sheryl menakuti. Ia tahu bahwa sahabatnya sangat kurang dalam pelajaran Bahasa Inggris. Dari Isha bilang bahwa Bahasa Inggris itu adalah bahasa bodoh, bahasa orang cadel, dan lain sebagainya membuat Isha tambah membenci pelajaran tersebut.

∞∞∞

Wajah Sheryl celingukan ketika jam istirahat. Seperti mencari sesuatu, ia pun melihat satu persatu siswa cowok di kantin. Tetapi terlihat dari raut wajahnya, pencariannya tidak menemukan hasil. Sheryl terus mencari cowok tersebut, cowok yang tadi bersamanya saat telat masuk sekolah. Mata Sheryl terus mencari di mana keberadaan siswa tersebut.
“Sher!” tegur Isha menghambat pencariannya. “Lo ngapain sih dari tadi celingak, celinguk, nyari siapa sih?” lanjut Isha dengan tampang bete yang sedari tadi mengikuti langkah Sheryl.
“Gue lagi nyari orang yang telat sama gue tadi” sahutnya.
“Ngapain dia dicari-cari? Emang dia udah ngapain lo?” tanya Isha menggebu-gebu.
“Nggak ngapa-ngapain sih” jawabnya singkat.
“Terus kalo nggak ngapa-ngapain kenapa dicari-cari Sher…?” dengan tampang melasnya.
“Gue nggak pernah ngeliat dia sebelumnya, gue penasaran!” jawabnya kesal.
“Siapa sih?”
“Ga tahu, kata Pak Satpam sih dia rajanya telat”
“Setahu gue yang rajanya telat itu cuma satu, Aryan anak kelas 2 IPA 1.”
“Lo yakin?” tanyanya sambil menghentikan langkah.
Isha hanya bisa menganggukkan kepala. “Gue kan juga pernah telat. Pas gue telat ada dia juga, katanya sih rajanya telat.” Jawabnya malas-malasan.
“Dia kelas berapa? Rumahnya di mana? Kok lo bisa kenal sama dia? Gue aja nggak kenal sama dia” tanya Sheryl menggebu-gebu.
“Dia kelas 2 IPA 1” menghela napas sebentar. “Orang yang pernah telat pasti kenal dia deh, kan rajanya telat” Isha tertawa riang. “Namanya muhammad Aryan, orang paling cuek sedunia” sambil melihat sekeliling dan ia mendapati Sheryl sudah pergi meninggalkannya.
Isha langsung mengejar Sheryl sambil membuntutinya. “Lo mau kemana? Kita nggak jajan nih?” tanya Isha bingung kepada langkah Sheryl.
“Lo aja yang jajan, gue masih kenyang. Gue mau pura-pura lewat kelasnya, siapa tau dia lagi di kelas” ucapnya penasaran sambil melangkah menuju kelas 2 IPA 1.
Ternyata benar, Aryan tidak keluar kelas seperti siswa yang lain. Terlihat tangnnya yang berada pada meja dan matanya yang menyantap buku pelajaran. Sheryl masih penasaran dengan didapati orang seperti Aryan di sekolahnya.
“Lo kenapa merhatiin di terus? Suka lo ya? Oh…sekarang lo udah pindah arah ni jadinya? Dari yang keren ke yang cupu gitu?” goda Isha kepada sahabatnya.
“Dia nggak cupu kok, tapi sederhana. Sederhana sama cupu tuh beda. Ngerti lo?”
“Huh marah. Segitunya, maaf deh” tutur Isha menggoda sahabatnya itu.
Kemudian mereka langsung berbalik arah menuju kelas mereka karena bel istirahat keluar sudah habis. Sekarang, dipikiran Sheryl hanya bagaimana cara berkenalan dengan Aryan. Ya, Muhammad Aryan tepatnya. Anak kelas 2 IPA 1. Akhirnya dia memiliki ide untuk telat besok. Bilang aja kalo supir gue yang baru ini susah ngapal jalan. Tutur Sheryl dalam hati.

∞∞∞

Pagi yang sama seperti biasanya, panas yang menyegarkan. Bagi orang yang sering berolahraga, tapi tidak untuk Sheryl. Dia terlambat seperti kemarin. Tetapi keterlambatannya kali ini karena faktor kesengajaan. Terlihat Aryan yang berdiri mematung di depan pagar sekolah.
“Telat lagi?” tanya Pak Satpam pada Sheryl.
“Sorry Pak, maklum supir baru. Nggak mungkin secepat itu hafal jalan kan?” jawabnya sambil melirik Aryan.
Dengan alasan Sheryl kali ini, dia dapat membawa dirinya bersama Aryan memasuki sekolah mereka. Seperti kemarin, Aryan hanya mengucapkan terima kasih kepada Sheryl dan langsun berlari ke arah kelasnya. Tapi kali ini Sheryl pun ikut lari membuntuti Aryan.
“Hei, tunggu!” pintanya kepada Aryan.
“Ada Apa?” Aryan pun menghentikan larinya sejenak.
Sambil memasangkan wajah yang kebingungan, ia pun mencari cara untuk menjawab pertanyaan Aryan yang ia sendiri tidak tahu maksud permintaannya.
“Lupa” jawab Sheryl dengan tampang yang terlihat sangat bodoh.
Aryan pun melanjutkan langkahnya ke kelas dan Sheryl melihat peristiwa itu. Sambil berjalan ke arah kelasnya, ia terus memikirkan cara untuk berkenalan dengan Aryan. Ya, bagaimana caranya? Tidak seperti biasanya. Kali ini Sheryl yang jatuh hati terlebih dahulu dengan cowok yang dia nilai berbeda dengan mantan-mantannya.

∞∞∞

Bel istirahat berbunyi, siswa siswi berkeliaran mengosongkan kelas. Tapi terlihat Aryan masih di dalam kelas dan membuka sebuah bungkusan dari ranselnya. Ternyata makanan. Aryan membawa makanan ke sekolah. Kejadian itu terlihat Sheryl yang sengaja melewati kelas Aryan dengan melambatkan langkahnya. Cowok hebat! Pikirnya. Tidak malu jika siswa yang lain melihatnya. Ini baru yang namanya cowok. Jelasnya dalam hati.
Sudah tiga hari Sheryl memperhatikan Aryan. Dari telatnya masuk sekolah, sampai Istirahat yang ia gunakan untuk mengamati Aryan. Pintar. Itulah yang ia tahu dari salah satu teman sekelas Aryan yang juga teman MOSnya dulu. Sampai pulang sekolah, ia pun tidak langsung pulang. Melainkan menyempatkan diri untuk ke perpustakaan yang terletak di bawah. Sheryl jarang sekali menyempatkan waktu untuk membaca buku perpustakaan, dikarenakan rumahnya yang telah dilengkapi dengan buku-buku yang berkualitas. Aryan yang akhirnya tersadar bahwa dirinya seperti sedang diintai menjadi risih. Ia bertanya-tanya dalam hati. Kenapa seorang cewek yang populer ini mengikuti dirinya? Apa yang cewek tersebut hendak curi dari dirinya? Ia ingat pada uang SPP yang belum sempat ia setorkan ke TU. Lalu Aryan pun menghentikan pencarian bukunya dan melangkah menuju TU. Sheryl yang masih asyik mengikuti Aryan dari belakang, tidak mengetahui bahwa Aryan menyadarinya.
“Hayo mau ngapain? Mau nyuri ya?” Tanya Aryan di tangga sekolah.
Sheryl yang kaget dan malu yang sangat terlihat dari raut wajahnya, semakin meyakinkan Aryan kalau dirinya berniat mencuri uang SPPnya.
“Ngg…gak, anu, itu” jawaban Sheryl yang semakin meyakinkan Aryan.
“Ngapain kamu ngikutin aku terus?”
“Maaf!” Hanya ucapan itu yang terlontar dari bibir Sheryl.
Lalu ia pun pergi untuk pulang ke rumahnya. Mang Ucup yang terlihat sedang pulas tertidur di dalam mobil karena terlalu lama menunggu dirinya, langsung dikagetkan.
“Mang, cepeta yuk pulang. Ada yang ngira aku mau nyuri nih, entar aku beneran dikira nyuri lagi sama anak-anak satu sekolahan” Ucapnya sambil kesal.
Mang Ucup langsung menancap gas ketika Sheryl masuk dan berjalan terus menuju rumah. Sesampainya di rumah, ia hanya dapat bertanya-tanya. Kenapa ia sampai segugup itu waktu ditanya Aryan. Sebelumnya ia tidak pernah se-nervous ini menghadapi cowok. Cowok itu benar-benar berbeda dari cowok lain. Sempat-sempatnya menuduh dirinya ingin mencuri. Apa cowok itu tidak tahu bahwa dirinya memiliki lebih dari jumlah uang yang dibawanya?
“Dia nggak kenal gue apa?” Berhenti sebentar dari berbicara sendiri. “Gue ini Sheryl. Sheryl Alieza semuanya kenal gue itu siapa kok, apa lagi cowok”. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ia memikirkan bagaimana cara mendekati Aryan. Ia suka performance Aryan yang berbeda dengan cowok lain, apa lagi sama mantan-mantannya.

∞∞∞

Bertemulah mereka lagi dalam keterlambatan masuk sekolah. Kesekian kalinya Sheryl dengan sengaja melambati jam masuk sekolah karena ingin menyelamatkan Aryan untuk masuk sekolah. Setelah mendapatkan izin dari Pak Satpam, mereka pun langsung berlari.
“Hey, kenapa sih kamu telat terus?” tanya Sheryl yang terus membuntuti lari Aryan.
“Nggak ada yang bangunin” jawab Aryan sambil terus berlari menuju pintu kelasnya.
“Emangnya nggak ada beker? Atau alarm gitu?” tanyanya terus.
“Nggak” jawab singkat Aryan sambil terus melaju ke pintu kelasnya.
Lalu berhentinya tiba-tiba. Sheryl yang tidak terfikirkan hal itu langsung menabrak punggung Aryan dan langsung jatuh kelantai.
“Aduh…ko nggak bilang-bilang sih mau ngerem?” tanyanya kesal sambil mengelap roknya yang kotor.
“Kan kelas aku di sini, kelas kamu sendiri di mana?” tanya Aryan gesit.
Seperti orang yang baru tersadar dalam mimpi. Sheryl langsung pucat mendapati posisinya yang berada tepat di depan pintu kelas Aryan. Ternyata dari tadi, ia tidak sempat berfikir kemana tujuan seharusnya ia melangkah. Yang terfikir olehnya adalah Aryan dan Aryan. Bergegaslah ia menuju kamar mandi untuk membersihkan pakaiannya yang kotor. Kamar mandi tersebut terlihat kosong karena mungkin terlalu pagi untuk siswa merapihkan pakaiannya.
“Kenapa? Kenapa gue bisa suka sama Aryan?” bertanya sendiri di dalam kamar mandi. “Lebih kerenan Erik kemana-mana, tenaran Ferdy. Dia?” berhenti sejenak. “Gue aja nggak kenal dia” jawabnya datar. “Tapi kenapa ya gue bisa suka sosok sesederhana Aryan?” tanyanya lagi tanpa jawaban.
Setelah Sheryl selesai membersihkan bajunya yang kotor, ia pun bergegas untuk masuk kelas karena ia telah telat 15 menit. Setelah keluarnya Sheryl dari kamar mandi, keluar pula sosok cewek dari kamar mandi yang tadi tak terlihat berpenghuni.
“Sekarang, giliran elo Sher” Ucap perempuan tersebut sambil memincingkan mata kepada sosok Sheryl yang terlihat dari belakang.
Perempuan itu adalah Fany yang tak lain adalah adik dari Reza. Cowok yang sudah lama diputuskan Sheryl begitu saja setelah 2 minggu lamanya mereka bersama. Seperti telah terbaca dari perkataan Fany tersebut kalau ia ingin membalaskan dendam kakanya yang pernah sakit hati kepada Sheryl.

∞∞∞

Malam yang gelap, tepatnya di sebuah rumah yang bisa dikatakan elit, berbeda dari adanya taman dan bangunan kokoh dari rumah sederhana. Di dalamnya terlihat Reza dan Fany sedang membicarakan sesuatu, tepatnya di kamar Reza. Fany menceritakan semua informasi yang dia dengar tadi pagi, tepatnya di kamar mandi.
“Sekarang giliran kita yang main” Kata Fany bersiasat.
“Caranya?” Jawab Reza.
“Sheryl bener-bener jatuh cinta sama Aryan. Kita manfaatin Aryan buat bikin dia sakit” Tegasnya sambil melentikkan jari.
“Emang Aryan mau disuruh ngerjain dia? Pikir dulu dong” Jawab reza malas-malasan mendengar ide adiknya tak secemerlang yang dia pikirkan.
“Gue juga nggak tau pasti sih, tapi nggak ada salahnya kan kalo dicoba dulu?”
“Yang jelas jangan gue yang bujuk dia, gue kan nggak kenal deket sama dia” jawab Reza seperti menyuruh Fany yang menanyakannya
“Gue tau maksud lo, yang pasti semuanya biar gue yang urus” ucap Fany sambil menepuk dada. “Yang penting lo nyiapin duit aja” lanjutnya.
“Duit buat apaan?”
“Yang jelas Aryan masih manusia, siapa sih yang nggak mau duit? Apa lagi dia masih SMA” jelas Fany.
“Berapa?”
“Soal itu nanti aja, tergantung Aryannya”
Sekarang giliran Fany menanyakan mantan-mantannya Sheryl yang siapa tahu mau berkerja sama untuk membalaskan dendam mereka. Dan berpikir bagaimana caranya membuat Aryan mau untuk dijadikan alat menyerang targetnya. Karena sepengetahuan Fany, Aryan belum pernah terlihat mempunyai pacar di sekolah.
Ferdy, mantan terakhir Sheryl. Nggak ada salahnya kalau dia menanyakan kepada Ferdy terlebih dahulu, siapa tahu dia masih nyimpen dendam sama Sheryl. Akhirnya Fany menyuruh kakaknya yang pernah satu organisasi dengan Ferdy untuk mengontaknya. Setelah mengontak Ferdy, ternyata Ferdy pun mengiyakan ajakan Reza untuk membalaskan dendamnya kepada Sheryl. Strategi selanjutnya Fany ingin langsung menanyakan maksud hatinya kepada Eric yang juga pernah sekelas dengannya. Ketika menjelaskan maksudnya kepada Eric, tapi Eric malas untuk ikut membalas dendam karena Eric sudah mempunyai pengganti Sheryl. Fany terus melakukan berbagai cara untuk meluncurkan aksinya dengan mengontak semua mantan-mantan Sheryl. Banyak dari mereka yang ikut, banyak juga dari mereka yang tidak ikut.
“Nih, gue dapet mantan-mantannya Sheryl yang mau diajak kerjasama ngerjain tuh anak” Peryataan Fany membanggakan diri.
“Terus?” Jawab Reza.
“Ya terus tinggal kita ajak Aryan buat meluncurkan aksi kita” jawabnya yakin. “Besok gue mau nemuin Aryan di kelasnya”
“Lo kenapa sih, kayaknya lo yang lebih giat dari gue. Pada hal kan gue yang disakiti, bukan elo” tutur Reza.
“Lo mau tau kenapa? Karena Sheryl udah ngembat gebetan gue yang gue incer-incer”
“Siapa?”
“Indra” jawabnya kesal. “Sebenernya bukan Cuma gue doang yang kesel sama dia, tapi banyak lagi cewek-cewek yang udah enek sama gayanya yang sok kecakepan itu”
“Lah, tapi emang dia cakep kan? Lo aja yang sirik” goda Reza. “Sirik kan lo?” tanyanya lagi.
“Lo apa-apaan sih? Gue nggak bantuin nih?” tegas Fany mengancam.
“Eh, iya. Jangan dong. Misi kita tetep jalan” sambil menaikkan alis.

∞∞∞

Esok harinya, Fany pun membicarakan maksud hatinya kepada Aryan di kelas 2 IPA 1. Benar dugaan Reza, Aryan tidak mau membantunya. Selain itu, dia tidak yakin kalo Sheryl suka dengannya. Sheryl adalah sosok remaja yang sangat berbeda sekali kehidupannya dengan Aryan.
“Gue bayar” tutur Fany pelan.
“Gue emang miskin Fan, tapi gue masih punya harga diri. Jangan mentang-mentang lo kaya, terus lo bisa ngapain aja dengan uang” tegas Aryan kesal.
“Oke! Yang jelas gue udah nawarin lo pekerjaan itu. Kalo lo berubah pikiran, langsung temui gue ya?” Sambil menepuk bahu Aryan, Fany pun langsung pergi dari kelas tersebut dan menemui kakaknya di kantin yang juga sedang bersama mantan Sheryl yang lain.
“Gue udah ngomong ke Aryan, tapi dia nggak mau” jelasnya.
“Apa gue bilang Fan, orang kaya Aryan tuh nggak bakalan mau diajak kerja kaya begituan” kejar Reza
“Makhluk kaya Aryan tuh lebih banyak perasaannya dari pada otaknya” tambah Ferdy.
“Gue tau Aryan kok, gue tau caranya biar dia mau ikut kita” tegas Nugie.
“Gimana?” jawab mereka berbarengan.
Nugie hanya membisikkan pelan maksudnya tanpa kedengaran orang yang berada dekat dengan mereka.
“Hah? Gila lo!” jawab Fany histeris
“Gue nggak mau berhubungan sama polisi” timpal Ferdy.
“Terlalu berat resikonya Gie” tambah Reza.
“Yaudah kalo lo nggak mau, gue aja yang kerja. Lo semua tinggal nunggu kabar dari gue aja, oke?” jawab Nugie menantang.

∞∞∞

Didepan kelas Aryan Sheryl sedang memperhatikan dirinya tanpa terlihat jelas siswa lain kalau dirinya sedang memperhatikan seseorang. Tiga hari belakangan ini, Sheryl rajin sekali bolak-balik kamar mandi. Padahal sebelumnya ia sangat jarang menyempatkan dirinya untuk berkunjung ke kamar mandi sekolah. Kata Papanya, kamar mandi sekolah Sheryl tidak memenuhi kriteria kamar mandi yang sehat, kalau tidak perlu-perlu sekali jangan pernah masuk kamar mandi sekolah, karena di situ terletaknya kuman-kuman penyakit.
Bel selesai istirahat sekolah pun berbunyi dan mengagetkan Sheryl yang sedang memperhatikan sosok pria idamannya. Karena keterkagetannya itu, ia langsung berjalan menuju kelasnya. Di dalam kelas terlihar Isha yang sedang menikmati somay pedas yang belum habis dilahapnya.
“Abis ngeliat orang aneh itu lagi lo?” tanya Isha dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.
“Sha, plis. Dia bukan orang aneh” jawabnya kesal.
“Lo beneran suka dia Sher?”
“Tau ah, gue juga bingung. Yang jelas gue suka aja gitu kalo ngeliat dia. Sehari aja nggak ngeliat dia, kayaknya hidup gue sepi aja gitu” jawabnya dengan mata ke atas.
“Gaya lo, dapet kata-kata dari mana lo?” tanya Isha dengan suara keras. “Gue sih setuju-setuju aja Sher kolo elo sama dia, tapi elo nggak mikir-mikir lagi apa kata orang nanti? Apa lagi mantan-mantan lo” tutur Isha coba menasihati.
“Peduli amat sama mereka yang udah nyakitin gue?” jawab Sheryl tertegun.
“Maaf Sher, gue ngerestuin lo baget ko, nggak usah pikirin kata orang” tutur Isha membetulkan perkataannya barusan.
“Lagi pula kayaknya gue nggak nanya pendapat lo deh” memperjelas Sheryl.
Tiba-tiba Maulana sang ketua kelas memberitahukan kalau guru-guru sedang rapat, dan siswa diperbolehkan pulang. Terdengar suara teriakkan menggembirakan dari siswa lain.
“Yang bener lo Ul? Awas Lo ngibul!” ancam Dedy yang duduk di bangku paling pojok kanan belakang.
“Ya udah kalo lo nggak percaya, liat aja kelas lain” jawabnya kesal.
Sheryl dan Isha pun segera keluar kelas untuk pulang ke rumah lebih awal. Tetapi sebelum langkahnya ke luar gerbang ia melihat Aryan yang jalan melewati tubuhnya. Pikirannya pun berubah untuk tidak langsung pulang ke rumah. Ia meminta tolong kepada Isha untuk menemaninya membuntuti langkah Aryan. Sebagai sahabat yang baik, Isha pun akhirnya mengiyakan ajakan sahabatnya itu.
“Taksi!” Sheryl berusaha menghentikan lagu taksi yang dilihatnya kosong tersebut.
Akhirnya Sheryl dan Isha pun langsung memasuki taksi tersebut dan memperhatikan Aryan dari jauh. Terlihat Aryan yang berdiri seperti menunggu angkutan kota yang lewat. Beberapa menit kemudian, angkutan kota itu pun lewat dan berhenti di depannya.
“Pak, ikutin angkot itu ya?” pinta Sheryl cepat kepada Supir taksi tersebut.
Setelah mengikuti angkot yang Aryan tumpangi, Aryan pun langsung turun di sebuah pasar tradisional. Sheryl dan Isha yang melihat kejadian itu pun langsung turun dari taksi dan langsung membuntuti Aryan dari jauh.
“Dia mau ngapain yah Sher ke sini?” Tanya Isha.
“Mana gue tau, emang dia izin sama gue dulu apa sebelumnya?” balik tanya Sheryl.
Terlihat Aryan yang menghampiri Ibu tua penjual lontong dan menarik tangan Ibu tersebut dan menciumnya. Sepertinya itu adalah Ibunya Aryan, tutur Sheryl dalam hati. Kemudian sang ibu tua tersebut langsung pergi dari tempat berjualannya setelah bercakap-cakap sebentar dengan Aryan, kemudian berjalan ke arah jalan raya. Terlihat sosok Aryan yang menggantikan posisi ibu tersebut. Perhatian Sheryl dan Isha berpaling kepada Ibu tersebut yang berjalan ke arah sebrang jalan dengan membawa tas Aryan. Tubuh ibu tua yang lemah tersebut menyipitkankan matanya yang ingin berjalan ke arah sebrang karena melihat mobil sedan yang mengkilap. Mobil sedan merah yang melaju kencang di jalan raya itu terlihat tambah kencang seperti menghampiri ibu tua tersebut. Sheryl yang ingin menyelamatkan Ibu tersebut telat, karena letak mereka yang lumayan jauh. Mobil sedan merah itu pun langsung menyerempet kaki ibu tua tersebut dan pergi melarikan diri. Tubuh Ibu tua tersebut langsung tergeletak dan tak sadarkan diri. Lalu terdengar suara Aryan dari kejauhan.
“Ibu….!!” Teriak Aryan kencang.
Aryan pun langsung memberhentikan taksi yang lewat tepat diarahhnya, sepertinya ia langsung membawa Ibunya ke Rumah Sakit. Isha yang hanya melihat peristiwa itu dari jauh hanya berdiri mematung tanpa berbuat apa-apa. Ibu itu ternyata Ibunya Aryan, ya ibunya. Terlihat dari kejadian mobil itu menabrak Ibu Aryan, sepertinya lukanya tidak begitu serius, karena mobil itu hanya menyenggol kaki Ibu Aryan. Tapi Sheryl tidak terlalu bisa memastikan, mudah-mudahan Ibu Aryan baik-baik saja, tutur Sheryl dalam hati sambil mengggit jari.

Dengan Aryan

Pagi yang cerah dengan cahaya matahari yang menyengat. Suara Kicau burung mulai bersamar dengan suara kendaraan. Terlihat seorang cowok yang sepertinya sudah lama berdiri di depan gerbang sekolah nenunggu kedatangan seseorang. Selang beberapa menit cowok itu menyambut baik kedatangan seorang wanita.
“Pekerjaan yang waktu itu masih berlaku?” Tanya Aryan kepada Fany.
“Masih. Kenapa?” sambil menengok ke arah Aryan dan berjalan.
“Gue terima pekerjaan dari lo, tapi gue boleh ambil uangnya duluan?” kejar Aryan
“Oh, kalau itu tetep nggak bisa Yan. Lo baru boleh ngambil honor setelah setengah dari pekerjaan lo udah lo selesein”
“Plis banget Fan, soalnya gue lagi butuh banget duit” jawab Aryan sambil tergesa-gesa.
“Emangnya elo butuh berapa sih?” jawab Fany menyepelekan sambil terus berjalan ke kelasnya.
“Dua juta” sambil mengangkat jari telunjuk dan tengahnya.
“Itu gaji lo selama satu bulan tau” tegas Fany.
“Gue janji Fan, gue bakal menuhin semua permintaan lo. Gue bener-bener butuh duit itu Fan. Nyokap Gue lagi di opname gara-gara kecelakaan, kakinya terpaksa harus pasang pen”
“Gue bayar lo setengah dulu. Kalo gue liat kerja lo udah cekatan, baru gue lunasin yang setengahnya”
“Yaudah, gue mau Fan. Tapi lo bawa uangnya sekarang?” tanya Aryan.
“Pulang sekolah nanti gue langsung ke ATM sama Reza, lo di sini aja tungguin gue” jawab Fany agak pelan. “Oh ya satu lagi. Lo harus kerja mulai dari sekarang, nggak peduli pake cara apa lo ngedeketin Sheryl” lanjut Fany.
“Makasih banget Fan. Gue bakalan deketin Sheryl mulai sekarang, lo tenang aja” Jawab Aryan menyanggupi.
Beberapa menit kemudian bel masuk sudah berbunyi. Di kelas 2 IPA 2 tidak terlihat sosok seorang Sheryl. Aryan yang mengetahui tidak adanya Sheryl langsung dapat menebak kalau Sheryl pasti terlambat lagi masuk sekolah. Ternyata dugaan Aryan benar. Tampak di gerbang sekolah Sheryl sedang membujuk Pak Satpam penjaga sekolah. Dengan segala kebijakan Pak Satpam itu Sheryl pun lagi-lagi di perbolehkan masuk. Sheryl yang keliharan sedang mencari sesuatu, tepatnya mencari sosok Aryan.
Mana Aryan? Apa dia nggak masuk karena ibunya sakit? tanya Sheryl dalam hati. Beberapa langkah dari keberadaannya sosok Aryan terlihat. Loh itu dia? Tumben nggak telat? tanya Sheryl dalam hati. Sheryl yang melihat keberadaan Aryan itu langsung merapihkan rambutnya yang masih tergerai jatuh sampai ke bahunya. Akhirnya perjalanannya pun melewati Aryan yang tengah berdiri di samping tangga sekolah.
“Hey, kenapa sih kamu telat terus?” tanya Aryan mengulangi pertanyaan Sheryl tempo hari.
Sheryl yang mendengar Aryan yang tiba-tiba menyapanya langsung gugup dan tidak dapat menjawab apa-apa.
“Emang nggak ada beker atau alarm gitu?” tanya Aryan lagi mengulangi pertanyaan Sheryl tempo hari.
Sheryl yang masih berpikir harus menjawab apa mendengar pertanyaan Aryan yang mengulangi pertanyaannya tempo hari akhirnya menjawab, “nggak” singkatnya mengulang jawaban Aryan tempo hari pula dan langsung berjalan ke atas untuk masuk ke kelasnya.
“Aryan” sambil menjulurkan tangan memulai perkenalan
“Udah tau” jawab Sheryl pendek
“Kamu Sheryl kan?” tanyanya lagi masih sambil berjalan di atas tangga.
“Tuh tau, kenapa tanya?”
“Biar lebih deket aja”
Sesampainya di tangga terakhir, “Sher, besok jangan telat lagi ya? Nanti kamu yang gantian di cap jadi Ratunya telat” tutur Aryan sambil berjalan ke kelasnya.
Kalau pun Sheryl di cap jadi ratunya telat, ia lebih dapat menerima karena rajanya adalah Aryan. Sambil masuk ke ruang kelas, Sheryl mengeluarkan seluruh senyuman termanisnya.
“Kayaknya lagi ada yang bahagia banget nih?” tanya isha menggoda sahabatnya.
“Lo tau nggak, tadi Aryan negor gue. Tumben tau sekarang dia udah nggak telat lagi” jawab Sheryl perlahan.
“Yang bener? Ko Aryan bisa berubah gitu ya sama lo?”
Sheryl hanya dapat menganggukkan kepala.
“Lo nggak tanya Ibunya gimana?”
“Duh Sha, gue nggak kepikiran. Buat jawab pertanyaan dia aja tuh udah susah banget”
“Segitunya lo”
“Ya mudah-mudahan sih ibunya baik-baik aja. Lagian juga, kalo gue nanya tau dari mana coba? Yang ada ketahuan kalo kita ngintilin dia kemaren siang”
“Oh iya ya, cerdas juga lo”
“Baru nyadar ya kalo sahabatnya ini cerdas?” tanya Sheryl dengan percaya dirinya.
“Siapa? Sahabat lo? Emang gue punya sahabat kaya lo ya?” goda Isha kepada sahabatnya itu.
“Hmm…Isha jahat!” jawab Sheryl sambil memajukan kedua bibirnya.
Isha hanya tertawa melihat ekspresi sahabatnya itu.

∞∞∞

Di kelas 2 IPA 1, terlihat Aryan yang sedang merapihkan buku pelajarannya. Bel istirahat keluar memang sudah berbunyi dari tadi, tapi tidak semua dari siswa meninggalkan kelas.
“Auu!” Teriak Sheryl kesakitan saat dirinya terjatuh ke lantai karena terlalu serius memperhatikan Aryan, ia pun menabrak pintu kelas yang terbuka lebar.
Aryan yang melihat kejadian itu langsung menghampiri Sheryl dengan kecemasannya. “Kamu nggak apa-apa?” Tanyanya waspada.
“Ng…gak ko” Jawab Sheryl rada nervous.
Aryan pun menjulurkan tangannya untuk membantu Sheryl berdiri. Tak tersadar kejadian itu mendekatkan keduanya.
“Kenapa bisa kayak gitu sih? Untung anak-anak yang laen lagi pada di luar” tanya Aryan sambil senyum-senyum kecil
“Nggak ngeliat” jawab Sheryl pendek
“Orang pintu kelas sebesar itu bisa nggak ngeliat, gimana caranya? Kecuali kalo emang pandangan seseorang lagi nggak kosentrasi ke jalan” sindir Aryan.
“Maksud kamu apa?” tanya Sheryl yang sudah mengetahui sindiran halus Aryan
“Aku tahu kok kamu jenius, kamu tahu kan maksud sindiran aku tadi”
Sheryl hanya dapat tertunduk sambil berjalan ke kelasnya diikuti dengan Aryan.
“Kalau jalan jangan nunduk, apalagi sambil memikirkan sesuatu. Nanti kalau kejedot pintu lagi bisa bahaya Sher”
Shery langsung tersadar ucapan Aryan barusan. “Ih, pede banget sih?” tanyanya.
“Loh, aku kan nggak bilang kalo kamu mikirin aku Sher”
“Loh, aku kan juga nggak bilang kalo kepedean kamu itu karena aku mikirin kamu?”
Aryan hanya tertegun mendapati lemparan pernyataan dari Sheryl. Sementara di pojok sekolah terlihat Fany yang sedang memperhatikan peristiwa itu.

∞∞∞

Bel keluar kelas berbunyi. Terlihat Aryan yang sedang gelisah menunggu seseorang di depan gerbang. Selang beberapa menit, seseorang yang ditunggunya itu pun datang dengan membawa amplop coklat.
“Gue udah ngeliat kerja lo di hari pertama, gue harap lo bisa cepet naklukin dia, abis itu lo malu-maluin dia di depan anak-anak satu sekolahan. Biar nggak ada lagi yang suka sama dia” tegas Fany kepada Aryan.
“Loh, kan waktu itu nggak pake malu-maluin dia?” protes Aryan.
“Sekarang pake, terserah lo mau terima syukur, nggak juga nggak apa-apa” jawab Fany datar.
“Yaudah gue terima” sambil meraih amplop coklat tersebut.
“Eits” sambil menjauhkan amplop tersebut. “Inget, lo nggak boleh jatuh cinta sama dia, oke?”
“Iya, sini mana uangnya. Gue harus cepet-cepet ke rumah sakit” pinta aryan.
Sambil perjalanan ke rumah sakit Aryan terus memikirkan bagaimana nanti ia mempermalukan Sheryl di depan anak-anak satu sekolahan. Sebenarnya ia tidak tega melakukan hal ini kepada Sheryl, karena setelah ia mengenal Sheryl untuk pertama kalinya, tidak ada sisi dari Shery yang buruk. Ia juga tidak mengerti kebencian yang teramat sangat dari diri Fany, padahal Kakaknya yang pernah disakiti Sheryl, bukan dirinya. Tapi karena cintanya pada sang Ibu, ia akan melakukan berbagai macam cara untuk menyembuhkan ibunya dari kecacatan.

∞∞∞

Berjalan dua hari kedekatannya dengan Aryan, Sheryl makin menyukai sosok Aryan. Terlihat dari sudut pandang Aryan pun, sepertinya ia juga menyukai Sheryl.
“Ibu sehat?” pertanyaan Sheryl yang sekejap mendiamkan Aryan.
“Kenapa tanya itu?” tanya Aryan penuh arti.
“Nggak, iseng aja. Nggak apa-apa kan tanya keadaan Ibunya teman?” sambil melihat ke arah bawah, terlihat anak cowok sedang main bola dengan kaptennya yang tidak salah lagi adalah Nugie, mantan Sheryl waktu itu.
“Oh, Ibu ku lagi di opname gara-gara kecelakaan waktu di pasar. Tapi yang nabrak lari gitu aja, tanpa tanggung jawab. Kayaknya sih yang bawa mobil anak muda, soalnya pikirannya masih cetek” cerita Aryan sedikit.
“Di rawat di mana?” tanya Sheryl.
“Di rumah sakit Fatmawati, kenapa?” jawab Aryan tanya balik.
“Aku boleh jenguk? Tapi bareng kamu ya?” pintanya.
“Aku sih habis ini emang langsung ke sana, tapi maik kopaja. Emang kamu mau naik kopaja bareng aku?”
“Kenapa enggak?”
“Ya udah yuk? Tunggu apa lagi?” ajak Aryan riang.
Akhirnya mereka pun pergi ke rumah sakit Fatmawati untuk melihat keadaan Ibu Aryan dengan kopaja. Terlihat Sheryl yang selalu tutup hidung memakai tissue dan berdiri sambil memegang pucuk bangku dengan tissue. Aryan yang melihat kejadian itu hanya dapat tersenyum melihat Sheryl yang tampak sangat tidak nyaman dengan kondisinya sekarang ini. Kopaja yang ia naiki sedang penuh-penuhnya penumpang. Dari yang berjualan keliling, tukang ngamen, anak kecil peminta-minta, dan sebagainya. Wajar kalau semua bau menyatu dalam bis itu. Di samping Sheryl ada bapak-bapak yang sedang berpegangan dengan tangannya yang memegang pegangan atas bis yang ditumpanginya. Sheryl yang sudah menutup hidung rapat-rapat tetap saja merasakan bau yang sangat menyengat dari ketiak bapak tersebut.
Aduh, ni bapak-bapak nggak pake deodorant pa ya? Bau banget sih, makan apa coba sampe bisa ngeluarin bau badan kayak gini? tanya Sheryl dalam hati. Tiba-tiba seorang kenek memegang pundaknya karena ia belum juga menyadari permintaan kenek untuk membayar tarif bisnya dengan mengecrek-ngecrekkna uang logaman ke arah Sheryl.
“Apa?” tany Sheryl tak mengerti
“Ongkosnya Mbak” tegas kenek tersebut.
“Oh, maaf. Segini cukup?” tanya Sheryl sambil mengeluarkan uang lima puluh ribu rupiah.
Kenek tersebut mengambil uangnya tanpa kembali. Aryan langsung menahan perjalanan kenek tersebut. “Bang, kembalinya dong” tegur Aryan.
Kenek itu pun sambil tertawa kecil dan mengembalikan ongkos Sheryl. “Nih kembaliannya, nggak pernah naek kopaja ya neng?” tanya kenek tersebut.
Aryan memberikan uang tersebut kepada Sheryl dan Sheyl hanya terdiam dengan tampang kebingungan.
“Ko kembalinya banyak banget? Cuma seribu?” tanyanya kepada Aryan.
Aryan hanya mengangguk dan memberikan isyatak telunjuk di bibir yang berarti jangan berisik.
Di tengah perjalanan, akhirnya ada penumpag yang turun dan menyisakan tempat duduk untuk Sheryl. Dan Sheryl pun menuju bangku itu, tapi ternyata Mbak yang berdiri tepat di samping penumpang itu lebih dahulu menempatkannya. Sheryl yang terkejut mendapati perlakuan itu langsung menghadap si Mbak tersebut.
“Mbak, kan saya duluan yang naek, mbak kan baru dateng”
Si Mbak tersebut melihat dengan wajah bingung. Aryan yang melihat peristiwa itu langsung menghampirinya.
“Maaf Mbak, temen saya nggak tau” ucap Aryan sambil menarik tangan Sheryl.
“Yan, aku tuh dari tadi berdiri cape tau nggak, udah kayak upacara” jawabnya kesal “Mbak itu kan baru naik, harusnya aku duluan dong yang duduk, emang di sini enggak ada sistem antri?” dengan tangan yang masih dipegang Aryan.
“Iya, aku tau. Tapi emang Mbak itu yang lebih berhak duduk, soalnya dia paling deket sama kursi itu” jawabnya perlahan. “Di bis kayak gini emang nggak ada sistem antri Sher”
“Tapi aku udah capek banget nih, aku nggak kuat. Naik taksi aja yuk?” ajaknya.
“Tanggung Sher, dikit lagi nyampe kok, tahan sebentar ya?”
Sheryl yang akhirnya menyadari sedari tadi tangan Aryan memegang tangannya langsung melihatnya. Aryan pun melihat wajah Sheryl yang mnunduk ikut menunduk pula, setelah Aryan tersadar sedari tadi terus memegang tangan Sheryl, langsung melepaskannya.
Beberapa menit kemudian akhirnya perjalanan mereka sampai. Rumah sakit Fatmawati tepatnya Ibu Aryan di rawat, bertepatan juga dengan tempat kerjanya Papa Sheryl sebagai Dokter umum di rumah sakit tersebut. Mereka pun menyebrangi jalan dengan jembatan penyebrangan yang tersedia di jalan tersebut.
“Ngapain kita lewat sini? Kan rumah sakitnya di sana?” tanya Sheryl tidak mengerti.
“Udah ayo naik dulu” Aryan pun berjalan naik ke tangga penyebrangan tersebut.
“Aduh, udah capek berdiri di bis, pake naik tangga pula lagi” gerutu Sheryl.
“Ini namanya jembatan penyebrangan, kalo kita nyebrang emang harus lewat sini biar nggak ganggu mobil yang melintas. Soalnya mobil di sini kenceng-kenceng larinya, bahaya juga kan buat yang nyebrang?”
Sheryl yang mendengarkan kata-kata Aryan hanya bisa mengikuti langkahnya. Di jembatan penyebrangan itu terlihat bayak pengamen yang sedang duduk-duduk santai sambil menyanyikan lagu. Aryan yang kedapatan melihat pengamen tersebut membisikkan suatu hal kepada Sheryl. Sheryl pun mengiyakan perintah Aryan. Perjalanan mereka pun melewati pengamen tersebut dan memberikan uang kepada pengamen tersebut.
“Kapan suksesnya kalo hanya ngamen?” teriak Sheryl yang berada sudah agak jauh dengan para pengamen tersebut.
Aryan yang kaget dengan ucapan Sheryl langsung menarik tangannya untuk lari bersamanya. Merekapun tertawa sambil berlari sekencang-kencangnya. Pengamen itu pun langsung mengejar mereka dan baru berhenti setelah mereka masuk ke dalam pintu masuk rumah sakit.
Setibanya di dalam rumah sakit fatmawati, mereka pun langsung masuk lift dan langsung menuju kamar ibunya. Aryan pun langsung menceritakan pengalamannya tadi menghadapi pengamen tersebut kepada Ibunya. Ibunya pun hanya tertawa.
“Nama kamu siapa?” tanya Ibunya kepada Sheryl.
Aryan lupa mengenalkan Sheryl pada sang ibu karena terlalu semangatnya.
“Sheryl tante” disertakan senyum manis berhiaskan lesum pipi.
“Nama yang bagus, sama seperti orangnya” tutur Ibu Aryan. “Kok kamu nekat banget sih berbuat kaya gitu sama preman tadi?”
“Soalnya aku nggak suka banget sama orang yang kerjaannya cuma minta-minta, kapan suksesnya tan?”
Waktu terus berjalan, mereka pun menghabiskan waktu berbincang-bincang. Perbincangan itu pun selesai dan Sheryl pamit kepada Aryan dan Ibunya. Dan Aryan pun mengantarkan Sheryl sampai depan.
“Kamu nggak pulang bareng aku aja? Emang berani pulang sendiri?” tanyanya khawatir.
“Aku pulang bareng papa Yan, Papa aku dokter di sini” jawab Sheryl.
Aryan langsung tenang mendengarnya dan mereka pun berpisah.

∞∞∞

Di saat yang bersamaan, Nugie dan Ferdy sedang mengunjungi Fany di rumahnya untuk membahas bisnisnya. Ya, bisnis untuk membalaskan dendamnya kepasa sang mantan, Sheryl Aliezha.
“Gue tadi merhatiin mereka dari tengah lapangan. Jago juga tuh Aryan. Belum apa-apa kayaknya Sheryl udah naksir abis” ucap Nugie.
“Iya, itu semua juga nggak bakal dlakuin Aryan kalo lo nggak bikin Ibunya masuk rumah sakit gitu” timpal Fany.
“Kok lo bisa sih cuma ngenain kaki nyokapnya gitu? Untung nggak mati” tersenyum Ferdy.
“Gue udah kira-kira kali, luka kaya gitu palingan luka ringan yang butuhin dana kurang dari lima juta” jawab Nugie.
“Gue juga besok udah harus stor duit yang Aryan minta setengahnya lagi” ujar Fany.
“Nih gue tambahin lima ratus, cukup kan?” tanya Ferdy.
“Cukup kok, thanks banget nih ya?” timpal Reza sambil mengambil uang tersebut.

∞∞∞

Sesampainya di rumah, Sheryl langsung menuju dapur untuk mencari minuman yang menyegarkan. Terlihat Po Tikah yang sedang memasak.
“Banyak banget masakan sih?” tanya Sheryl.
“Buat tuan, kan tadi non Sheryl dianterin tuan kan?” Tanya Po Tikah
“Ih, aku tuh tadi dianterin Mang koko. Papa masih di rumah sakit tau!”
“Oh, gitu. Yaudah kita makan sama-sama aja nanti ya?” ajak Po Tikah.
Sheryl hanya menganggukkan kepala. “Po, apa bedanya sih suka sama kagum?” tanya Sheryl penasaran.
“Kalo menurut Mpok ya, kagum itu Non suka sama kepribadiannya, kalo suka nih, Non minta dijadiin pacar. Gitu Non, emang kenapa NoN?” tutur Po Tikah asal.
“Nggak, cuma tanya” jawab Sheryl singkat.
Berpikirnya sebentar, ada benarnya juga ucapan Po Tikah barusan. Ia hanya kagum pada sosok Aryan, tetapi di lain sisi ia juga ingin kalau Aryan menjadi miliknya. Sepertinya Aryan juga menyukai dirinya, tetapi ia bingung kenapa Aryan tak kunjung mengungkapkan perasaannya.

∞∞∞

Keesokan harinya, ia pun memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya kepada Aryan. Ia mencari tempat yang sangat sulit ditemuikan siswa yang lain.
“Kamu mau ngomong apa sih Sher?” tanya Aryan yang dari tadi membuntuti langkah Sheryl.
“Di sini aja” jawabnya ketika mendapati tempat yang aman untuk mengungkapkan perasaannya. “Yan, sebenernya aku suka sama kamu dari pertama kita ketemu. Makanya aku sering ngintilin kamu, maaf ya kalo sering buat kamu risih” pernyataan Sheryl tersipu malu.
“Nggak apa-apa ko, aku juga suka sama kamu. Siapa sih yang nggak suka sama cewek kaya kamu? Cowok manapun nggak akan nolak kalo dikasih kamu” jawabnya menegaskan.
Dari pernyataan Sheryl tersebut, akhirnya mereka resmi berpacaran. Sebenarnya Sheryl pun sudah dapat mengetahui jawaban Aryan. Mana mungkin ada seorang cowok yang menolak pernyataan cinta darinya. Apa lagi seorang Aryan yang nyatanya sangat berbeda dari kriteria mantannya dahulu. Di mulai dari hari ini, proses berpacaran mereka yang memiliki arti tersendiri bagi seorang Aryan.
Di waktu yang bersamaan, Sheryl langsung menuju kelasnya untuk menceritakan semuanya kepada Isha dan Aryan pun langsung menghadap Fany dan menceritakan semuanya.
“Fan, Sheryl udah nembak gue, gue langsung jawab iya. Waktunya maju empat hari” tutur Aryan.
“Bagus kalo gitu, yang lo lakuin nggak salah kok. Gue mau kasih tahu informasi ini ke yang lain”
“Yaudah Fan, gue masuk kelas dulu ya?” pintanya
“Tunggu Yan, lo masih inget kan kata-kata gue tempo hari? Lo nggak boleh sampe jatuh cinta sama dia oke?”
Aryan pun hanya menaikkan jempol tangannya dan berlalu ke kelasnya, karena bel istirahat sudah berbunyi sedari tadi.

∞∞∞

Proses berpacaran itu pun mereka lewati dengan penuh cinta. Shery yang tambah menyukai sosok Aryn yang sangt berbeda sekali dengan mantannya yang lain. Jangankan untuk memegang tubuhnya di daerah tertentu. Menyentuhnya saja Aryan langsung meminta maaf. Aryan pun menyukai sosok Sheryl yang sangat sempurna di matanya. Ia tidak melihat sedikit pun kekurangan, apa lagi kebencian seperti yang dirasakan Fany. Aryan yang lupa akan janjinya itu membuat Fany bertindak. Fany segera menemui Aryan di kelasnya, karena waktu yang ditentukan untuk memutuskan hubungannya dengan Sheryl sudah sedikit lagi habis.
“Lo nggak lupa kan Yan sama janji lo?” tanya Fany mengingatkan
“Nggak ko Fan” jawab Aryan mengiyakan
“Bagus kalo gitu. Gue nggak mau denger alasan lo, yang jelas besok Sheryl harus lo putusin di depan anak-anak yang laen” ancam Fany.
“Ya udah lo terima beres aja, sana!” usir Aryan.
Fany pun langsung pergi meninggalkan kelas tersebut. Aryan hanya dapat mematung memikirkan cara untuk memutuskan Sheryl. Sepanjang pelajaran sekilah ia hanya memikirkan bagaimana caranya untuk memutuskan Sheryl tanpa membuatnya kecewa. Sebenarnya Aryan sangat cinta kepada Sheryl. Tapi karena janjinya kepada Fany yang harus dipenuhi, ia terpaksa memutuskan jalinan cinta tersebut. Semua ini pun ia lakukan semata-mat untuk sang ibu tersayang.

∞∞∞

Keesokan harinya. Tepatnya hari terakhir, hari selesainya tugas Aryan. Aryan menghampiri Sheryl yang sedang menikmati makanan kantin sekolahnya.
“Eh Yan, tumben keluar kelas. Sini duduk” ujar Shery sambil menepuk bangku di sampingnya.
“Nggak usah Sher. Aku cuma mau bilang, hubungan kita sampai sini aja” tutur Aryan menguatkan diri sambil berdiri.
Wajah Sheryl langsung pucat tak berwarna. Tubuhnya langsung lemas tak berdaya. Isha yang mendengar pernyataan Aryan juga hanya dapat diam seribu bahasa.
“Tapi kenapa Yan?” jawabnya lemas.
“Aku udah capek mengikuti tingkah kamu yang jelas-jelas beda sama aku”
“Tingkah aku seperti apa? Tapi kemarin-kemarin kamu nggak terlihat terpaksa jalan sama aku”
“Sebenarnya iya, tapi aku tahan”
“Tapi apa salah aku? Kenapa kamu tega mutusin aku cuma karena gitu aja?” tanya Sheryl sambil bangun dari tempat duduknya tanpa memperdulikan bahwa banyak orang yang sedang memperhatikannya.
“Itu juga pertanyaan mantan-mantan kamu yang biasa mereka lontarkan setelah kamu putusin!” tegas Aryan.
“Apa maksud kamu dengan semua ini Yan?” tanya Sheryl mulai mengerti.
“Mungkin sekarang kamu berbuat sama seperti perbuatan mantan kamu yang ngemis-ngemis cinta sama kamu dulu” tegas Aryan.
Fany yang melihat kejadian itu hanya bersenyum kemenangan melihat Sheryl merasakan apa yang pernah terjadi dengan kakaknya.
“Ternyata semunafik itu perbuatan kamu Yan. Aku nggak nyangka seburuk itu pikiran kamu ke aku. Seharusnya lo cari tahu dulu kenapa aku putusin mereka,aku putusin mereka pasti dengan alasan yang kuat” jawab Sheryl tenang sambil membalikkan badan menuju kelasnya.
Aryan yang belum mengerti jawaban dari Sheryl hanya bisa membalikkan tubuhnya berjalan terus menuju ke kelasnya. Mungkin benar apa yang dikatakan Sheryl, seharusnya ia mencari tahu terlebih dahulu sebelum menuduh Sheryl seorang Play Girl. Sepanjang pelajaran sekolah, Aryan hanya dapat memikirkan hati Sheryl yang pastinya sakit untuk sekarang ini. Matanya menatap kalender sekolah, dan dia mendapati angka “06” yang terlihat jelas sendiri di depan kelasnya itu. Ini adalah hari ulang tahunnya Sheryl. Ia lupa akan ulang tahun kekasihnya itu, karena dari kemarin pikirannya hanya bagaimana cara memutuskan hubungannya dengan Sheryl. Ia merasa sangat bersalah telah menjadikan hari terindah Sheryl menjadi hari terburuk baginya.
Di saat yang bersamaan, Sheryl hanya dapat terdiam mengingat kejadian di kantin tadi. Betapa malunya ia kepada semua anak-anak yang melhatnya, apa lagi mantan-mantannya. Tetapi itu harus segera ia pupuskan, lantaran kekecewaannya kepada Aryan.


Apa Arti Ini Semua?

Sesampainya Sheryl di rumah, ia langsung mendapati Mama dan Papanya yang sedang duduk berdua sambil menonton televisi. Kekecewaannya kepada Aryan langsung terlupakan dengan adanya orang tuanya di rumah.
“Mama, Papa?” Histerisnya. Ia pun langsung menghampiri keduanya sambil memeluk keduanya. “Mama, Papa, aku kangen banget sama kalian” tuturnya pilu. “Mama Papa tumben jam segini udah ada di rumah?” tanyanya lagi sambil melepaskan pelukannya.
“Kamu kan lagi ulang tahun, jadi kita menyempatkan diri buat kamu. Kamu senang?”
Tiba-tiba suara yang sangat kencang teriak di kupingnya.
“Sherrryyy…lll”
Ternyata itu adalah suara Bu Yuni yang tak lain adalah mama Sheryl. Ternyata semua itu hanya mimpi. Ya, mimpi yang sangat berarti bagi seorang Sheryl yang mendadak berubah kehidupannya.
“Aduu…h, mama apa-apaan sih teriak kenceng banget di kuping aye?” tanya Sheryl.
“Noh liat, udeh jam berape noh?” Ibunya menyadarkan sambil menunjuk jam dinding. “Lu belom mau bangun juga? Mau terlambat lagi situ lu?”
Sheryl yang baru terbangun dari tidur panjangnya kaget teramat sangat mendapati jarum jam yang telah menunjukkan pukul tujuh pagi.
“Aduh gawat” sambil menepuk jidatnya. “Nyak kenape kagak bangunin aye si? Udah tau aye masuk jam tujuh, dibangunin jam tujuh” sambil tergesa-gesa.
“Eh, gue udeh bangunin lu dari tadi, sampe suara gue serak nih. Nah elu, dibangunin malah meluk-meluk gue. Lu lagi mimpi jorok nih, ketauan” jawab Bu Yuni tak mau kalah.
“Ah, tau ah, nyak bawel banget nih” jawab Sheryl sambil masuk ke dalam kamar mandi.
“Anak sekarang kalo dibilangin, kagak ade yang nurut. Semuanye pade ngelawan kalo dibilangin ame orang tue. Jaman gue kecil dulu mah, ngelawan dikit, ame engkong lu langsung disabet gue pake lidi, sampe pade biru-biru awak gue” tutur ibu Yuni tanpa didengarkan sang anak.
Beberapa menit kemudian, Sheryl pun keluar kamar mandi dan langsung memakai seragam sekolahnya dengan sangat tergesa-gesa. Dengan baju yang belum dimasukkan, dasi yang hanya di gantungkan ke kepalanya, dan sepatu yang belum terikat, Sheryl pun langsung pamit kepada ibunya.
“Nyak aye pamit nyak, babe mane?” sambil mencium tangan sang ibu.
“Ati-ati deh lu, Babe lu udah jalan dari tadi noh ke pasar” jawabnya sambil melepaskan tangannya.
“Jajannya Nyak” sambil menadahkan tangan kanannya.
“Nih” sambil mengeluarkan uang lima ribu rupiah.
“Hari gini masih aja laku nih duit buat sekolah” ujar Sheryl kesal sambil memandang uang lima ribuan.
“Udeh jalan sono lu, masih mending gue ongkosin lu” kejar ibunya tambah kesal.
Sheryl pun langsung bergegas menuju sekolah yang tidak terlalu jauh dari rumahnya.
“Untung rumah gue deket. Kalo jauh, nggak bakalan gue mao di kasih duit goceng” gerutunya sambil terus berjalan dan merapihkan bajunya.
Setelah melewati beberapa ruas jalan, pakaiannya itu pun sudah rapi untuk masuk ke dalam sekolah. Terlihat gerbang sekolahnya yang tertutup dari jarak jauh, Sheryl sudah dapat menduga kalau nanti ia akan kena marah pak raden lagi. Pak raden adalah satpam penjaga sekolah yang Sheryl beri julukan pak raden karena kumisnya yang panjang seperti raja khayangan. Sesampainya di gerbang sekolah.
“Pak, buka ya?” Pintanya kepada satpam penjaga sekolah.
“Dasar ratu telat. Nggak ada kapok-kapoknya ya?” sambil menggulung-gulung kumisnya. “Lihat tuh jam berapa sekarang?” tanyanya sambil menunjuk jam dinding sekolah yang menyatakan pukul setengah delapan pagi. “Emang sekolah ini punya bapak moyang kamu?”
“Tapi pak, bapak moyang saya udah meninggal” jawab Sheryl dengan penuh perasaan.
“Ma..maaf. Saya nggak ada niat buat nyinggung kamu” ujarnya menyesal. “Nih, masuk yuk” sambil membuka gerbang sekolah. “Udah, nggak usah di inget lagi, itu namanya udah takdir” sambil mengusap bahu Sheryl.
Sheryl hanya mengangguk dan mengusap air mata palsunya itu, ia pun langsung berlari menuju kelasnya.
Dasar Raden o’on, namanya bapak moyang emang udah mati kali, tutur Sheryl dalam hati. Terdengar suara orang lari, anak-anak sekelasnya sudah dapat menebak kalau itu adalah Sheryl. Sesampainya di depan kelas ia pun mengetuk pintu kelas. Tok..tok…
“Masuk” terdengar suara ngebas dari arah dalam.
Sheryl pun langsung membuka pintu. “Maaf pak, apa saya boleh masuk?” tanyanya sambil menunjuk tangan.
“Kamu sudah berapa kali telat hah?” tanya pak Taufik guru PKN.
“Baru kali ini pak” jawab Sheryl tanpa berdosa.
“Ya sudah, kalau begitu besok jangan telat lagi” ucapnya menasihatkan.
Sheryl pun hanya menganggukkan kepala dan berjalan ke arah tempat duduknya bersama Isha.
“Kali ini lo telatnya keterlaluan tau nggak, hampir satu jam lo telat” tutur Isha pelan. “Untung pak Taufik lupaan, kalo guru yang lain, bisa kherk” sambil mengarahkan jarinya yang seolah-olah memotong lehernya sendiri.
“Tadi malem tuh gue mimpi, dan mimpinya tuh indah banget. Sampe gue kira itu bener-bener kenyataan” tuturnya sambil tersenyum kecil.
“Mimpi apaan si lo?” tanya Isha bingung.
“Mimpi jadi orang kaya, punya uang berjuta-juta”
“Mimpi mulu situ lo, belajar pikirin biar pinter, taunya nyontek aja lo!”
“Oh ya Sha, di mimpi gue itu, gue tuh pinter banget dalam semua mata pelajaran, lo juga. Tapi tetep, lo nggak bisa sama yang namanya Bahasa Inggris” jelas Sheryl.
“Ah, mimpi mulu lo di omongin, lama-lama bisa gila lo” sambil melakukan gerak yang serupa dengan tadi namun ke arah dahi.

∞∞∞

Bel itirahat pun berbunyi, kantin sekolah yang belum ramai itu berubah menjadi lautan putih abu-abu. Sheryl dan Isha menduduki salah satu bangku kantin dan memesan makanan kantin.
“Oh ya Sha, selain tajir dan pinter, gue itu seorang putri yang sangat cantik. Semua orang iri sama gue, termasuk Fany”
“Ah, ngayal aja lo. Capek kuping gue dari tadi dengerin cerita lo” jawab Isha sambil menutup kuping.
“Duh, andai aja mimpi gue jadi kenyataan ya?” ujar Sheryl sambil menopang dagu.
“Sher, udah deh. Lo tuh harus terima kenyataan, emang kehidupan kita nggak sebagus Fany”
“Iya gue ngerti” sambil melihat ke arah pojok kantin, terlihat Fany yang sedang duduk berdua dengan Indra. Kalau mengingat mimpinya, Fany sangai iri padanya karena Indra adalah mantannya yang ia putuskan begitu saja. “Gue yakin tuh si Fany pacarannya udah parah banget” lanjutnya masih dengan melihat pemandangan itu.
“Tau dari mana lo?” tanya Isha sambil melihat ke arah kedua insan tersebut. “Kalo di liat dari pacarannya yang ke mana-mana berdua sih emang iya. Abisan, di sekolah aja berani pegang-pegangan tangan, berani rangkul-rangkulan, apalagi kalo lagi kalo lagi berduaan coba?”
“Nih gue kasih tau ya. Di mimpi gue tuh, dia udah berani kurang ajar waktu pacaran sama gue, makanya gue putusin”
Isha yang mendengarnya langsung lemas dibuatnya.
“Sha gue serius, lo tau kan gue tuh jarang banget mimpi?”
“Iya” jawaban lemas dari Isha.
Kemudian mereka pun menikmati makanan yang telah mereka pesan, masih dengan somay Sheryl yang tidak pedas, dan bakso Isha yang rata dengan sambal. Setelah mereka menikmati hidangan tersebut, mereka langsung berjalan ke tangga sekolah untuk kembali ke kelas. Terlihat di lapangan ada Eric yang sedang memainkan bola basketnya dan lapangan sebelah kanan, ada Nugie yang sedang bermain bola. Keduanya adalah kapten dari masing-masing olahraga.
“Tuh lo liat Eric, dia tuh nggak lebih dari cowok kurang ajar yang bisanya morotin duit cewek-ceweknya dan berani dengan asalnya ciumcium ceweknya sendiri”
“Dari mimpi lagi?” tanya Isha melemaskan diri. “Emang sih mimpi lo tuh hampir sama dengan kenyataan aslinya, tapi mimpi tetep aja mimpi” tegas Isha.
“Lo liat yang di samping sana? Kapten Nugie yang lagi di teriakin cewek-cewek? Dia nggak lebih dari cowok pendendam yang bakalan gunain berbagai macam cara buat ngebales dendamnya. Dia tuh cowok jahat Sha” ujar Sheryl. “Lo liat juga cowok super sibuk itu, dia samanya kaya Nugie, cuma bedanya Nigie lebih licik aja” lanjut Sheryl memaparkan. “Dan si Play Boy Reza, nggak bakal insyaf dari cap tersebut. Mereka semua tuh sama. Yang namanya cowok, apalagi kalo dia ganteng, mereka semua maunya sama fisik kita aja” sambil terus berjalan ke tangga.
“Mimpi lo bagus juga, paling nggak berhentiin lo dari khayalan lo yang suatu saat salah satu dari mereka bakalan jadi pacar lo” senyum kecil Isha.
“Iya, kecuali si Aryan” tuturnya pelan.
“Siapa? Nggak salah denger nih gue lo nyebut nama Aryan? Lo juga bawa dia ke dalam mimpi lo?” tanya Isha meyakinkan.
“Shutt… (sambil mengisyaratkan dengan bibir) pelan sedikit kenapa sih. Ya di mimpi gue, cuma Aryan yang beda dari cowk-cowok yang laen” ucapnya pelan.
“Wah, kalo gitu sih mimpi lo itu mak comblang lo sama Aryan tuh” sambil tertawa riang menghiasi Isha.
“Sialan lo!” sambil menyikut tangan Isha.
“Tapi mimpi lo tuh rata-rata bener, tentang Aryan juga bener kan? Kalo menurut gue sih emang tuh cowok yang nggak bakalan berani nyentuh-nyentuh lo, sampe nikah juga gue yakin dia nggak bakalan nyentuh lo” sambil tertawa dan berlari ke atas tangga.
“Ih…Isha, emang siapa yang mau nikah sama dia?” tanya Sheryl sambil berlari
“Kan tadi lo bilang andai semua mimpi lo jadi kenyataan?” masih sambil berlari.
Sheryl mengatur napas dan berhenti sebentar. “Gue tarik kata-kata gue tadi, nggak semua mimpi gue itu seenak yang gue bayangin” teriaknya kepada Isha yang sudah dekat dengan kelasnya.
Mulai saat ini, Sheryl akan anggap mimpinya itu hanya sebuah bunga tidur, mimpi yang sangat mempengaruhi kehidupannya itu. Mimpi itu seperti menjadi sebuah penjelas baginya, kalau sosok seseorang yang Sheryl anggap sempurna, tidak mungkin sesempurna yang Sheryl bayangkan. Dan sosok tidak sempurnanya Aryan, mungkin akan menjadi sempurna baginya. Tiba-tiba, brukh..!! seseorang menabrak tubuhnya dari belakang dan kemudian ia pun terjatuh.
“Aduh Yan, kenapa sih hidup lo nggak jauh-jauh dari yang namanya jatoh?” ujar Sheryl kepada Aryan sambil bangun dari lantai.
“Ma..maaf Sher, Aku nggak ngeliat kalo ada kamu” ujar Aryan sambil membetulkan kacamatanya yang sedikit melorot.
“Iya, nggak apa-apa” jawab Sheryl singkat sambil berjalan ke arah kelasnya.
Sheryl hanya dapat berlalu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat sosok Aryan dan semua tentang orang-orang terdekatnya yang hadir ke dalam mimpinya. Terihat Aryan yang masih membereskan buku perpustakaan yang terjatuh di lantai.

No comments: