Friday 8 April 2016

Trilogi Kehidupan

Suatu sore mamanya Citu memarahi Citu karena tidak mendengarkan perkataannya. Citu diam saja, tidak menghiraukan perkataan mamanya. Mamanya Citu memarahinya lagi untuk yang keduakalinya. Citu masih saja tidak menghiraukan perkataan mamanya. Mamanya kesal dan akhirnya membeberkan rahasianya dari kecil bahwa Citu bukanlah anak kandungnya, Citu kesal karena permasalahan ini mamanya telah asingkan dirinya kembali dan Citu meninggalkan rumah yang telah ia tempati semenjak kecil.
Saat pertama bertemu, anak orang lain dianggap sebagai anak kandung sendiri, dalam seketika diasingkan kembali.

Ada mantan pacar yang dulu pernah singgah kemudian saya tinggalkan karena tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Orangtua saya sudah tidak tinggal bersama saya karena saya lebih memilih suami saya, tinggal bersamanya menyatukan visi dan misi kehidupan, susah senang bersama, membangun karir bersama sampai tua. Dalam seketika suami bisa menjadi mantan suami, tapi orangtua tidak bisa dikatakan sebagai mantan orangtua, tapi suami juga yang akan menemani saya sampai tua saat orangtua sudah tiada dan anak-anak sudah menikah, seperti halnya saya yang meninggalkan orangtua saya. Anak dan orangtua adalah ketentuan Tuhan, sedangkan suami adalah ketentuan saya.
Alhasil suamilah yang pertama, kemudian anak, dan terakhir orangtua.

Sha, kamu terlalu ambisius dan egoistis dalam hal kebenaran. Benar menurutmu, bukan berarti benar menurut oranglain. Sha, arti kata maaf bukanlah orang lain yang benar dan kamu yang salah, tapi karena hatimu lebih bernilai dibandingkan denga egomu. Maaf bukan untuk menjatuhkan dirimu, tapi untuk menentramkan jiwamu. Sehingga dengan memaafkan orang yang tidak meminta maaf, akan membuat wajahmu lebih ceria, karena satu masalah telah terbebaskan. Sha, jika kamu menjadi orang yang pemaaf, kamu akan terlihat lebih muda dibandingkan orang yang sulit memaafkan.
Sha, mulailah meminta maaf dan memaafkan sesama makhluk hidup, maka terciptalah kedamaian.

Kadang tulisan lebih kuat dari lisan. Saat lisan tertatih untuk berbicara dan saat lisan gemetar dalam kata, tulisan bisa lebih lantang. Tulisan lemah dengan sesuatu yang terlalu keras, saat menyampaikan tak terbaca, dan lisan bisa lebih lantang.