Sunday 2 March 2014

Bukan KITA, tapi AKU dan KAMU


Photograph by +Lieza Azzahra 
Saat ini saat bersamaan hari dimana saat itu terlepasnya rasa antara kamu dan aku. KANGEN BANGET, tapi kata itu terus aku bungkamkan dari sopran nadaku. Kalau keluar, aku rasa lantai keramik di rumahku bakalan bangkit dan menimpa langit-langit rumahku, mungkin saat itu akupun terkena pecahannya, tapi aku sedang tidak ingin pasrah tersakiti lantai keramik rumahku, justru aku ambil keramik dan menancapkannya langsung  dalam-dalam sampai menembus empedu dalam hatiku. Aku bakalan protes, kenapa keramik yang bertebaran? Aku ingin pisau yang bertebaran, tapi apa daya, pisau di rumahku hanya lima buah, menusukku tetap saja tidak langsung membuat aku mati, sama saja dengan keramik itu, masih tumpul. Apa ada yang tahu cara cepat mematikanku? Ayo tunjukkan, jangan dari belakang seperti dimimpi-mimpiku, itu sangat tidak mematikan. Hanya linangan air mata yang berjatuhan, setetes darahpun tidak berhamburan.
Bercerita mimpi, ini mimpi apa bukan? Habis kamu cepet banget ngilangnya, padahal aku pengen banget nyadarin kalau aku sedang tidak bermimpi. Padahal sebelum bertemu aku sangat ingin pegang sebentar saja wajahmu, saat beringin juga memandang pupil matamu, sudah ingin mengembeng air mataku, kalau bertemumu, tumpahlah semuanya. Lalu kenapa tidak? Soalnya buru-buru? Pengen cubit pipi kamu, tapi mau colek ajak udah ada yang menghentikanku, “Jangan, inikan pacar aku!” Tatapanmu juga tidak senyaring dulu, terlihat wajahnya di matamu, walau aku belum pernah bertemu dengannya, aku urungkan melihatmu, lebih baik menunduk melihat hal-hal yang berada di bawah, karena saat itu aku sedang berada di kedalaman, dalam sekali. Ingin melihat wajah yang ada di depanku, tapi tidak terlihat. Kenapa tidak terlihat? Hai, mas-mas tolong lihat mata saya, merah nggak? Kalau gitu tolong tiup! Aku tidak sedang memakai kacamata, lensa juga tidak, apalagi memakai teropong dan kaca pembesar, orang kamu ada di depan aku kok, terasa banget. Oh, mungkin terkena kabut? Tapi kita sedang tidak berada di kota cinta yang berkabut. Nah lo, terhalang apa? Baiklah, coba mengobrol seperti biasa, tapi obrolan kita tak senyaman dulu, ups maaf seharusnya aku tidak menyebut kata “kita” melainkan aku dan kamu. Karena kamu punya “dia” dan aku punya “dia”
KOPI, mungkin kopi dapat menjadi pemersatu lagi, biarlah hanya sekali-kali mataku terbelalak. Kopinya manis, karna ada temannya, lalu kenapa tiba-tiba menjadi pahit? Karna kamu yang memaksaku meminum oplosan kopi secara cepat, sampai cegukan di leherku santar di telinga. Ya ampun, tega banget sih kamu, jadi sedih.... Tapi Tak apalah, mungkin waktu untukku sudah kamu minimizekan di LCD-mu, jam yang sekarang menjadi pusat perhatianmu, bukan lagi aku.

#sepertinya aku bermimpi inagurasi

No comments: