Thursday 19 December 2013

THAI


PERUSAHAAN KUCINTA SAYANG DIDIRIKAN DENGAN PONDASI KURANG KOKOH
photograph by @cityfindermagaz
Lo itu bukan temen gue, lo Cuma partner kerja gue, dan gue nggak suka dengan kinerja lo saat bekerja, tapi lo asik saat berteman. Di sini gue kerja, buat ngebangun perusahaan, karena gue cinta sama pekerjaan gue yang sekarang.  Sedangkan lo itu racun buat karyawan yang lain, yang bener malah jadi nggak bener. Bukan hak gue untuk pecat lo dari pekerjaan, tapi gue bersyukur kalau lo di pecat, demi perusahaan. Akhirnya lo pun dipecat, tapi gue nggak menginginkan kejadian itu yang bikin lo dipecat, tapi yasudahlah, mungin ini sudah jalannya.
Buat lo mantan gue, gue anggep lo bukan mantan, tapi teman. Gue masukin lo ke tempat kerjaan gue yang sekarang karena gue tau lo baik dan bagus buat majunya perusahaan saat ini gue kerja. Dari omongan lo, dari kesungguhan lo, gue percaya. Kenyataan berbeda, lo ikut arus yang nggak baik, lo jadi jelek-jelekin perusahaan, lo jelek-jelekin atasan, lo kotorin perusahaan. Jujur, nyesel gue udah bawa lo masuk ke perusahaan ini. Saat lo udah nggak bisa buktiin kinerja lo, gue baru inget kalau dulu kita putus karena keegoisan lo, kesombongan lo, ketidakmauan lo untuk diatur, dan kekanak-kanakan lo. Kenapa gue baru inget?
Dan lo atasan gue, gue bukan belain lo, tapi gue pernah menjadi atasan. Semua hal yang gue anggep benar, walaupun itu salah bakalan gue pertahanin seegois mungkin. Gue maklum karena lo baru menjabat sebagai atasan, apalagi jadi atasannya di perusahaan yang masih kecil, jadi semua yang lo lakuin, gue maklumin. Bagaimanapun lo atasan gue, namanya atasan berbeda-beda, ada atasan yang enak, ada juga yang nggak enak. Tapi menurut gue, atasan yang enak itu masih gagal jadi atasan. Dimana-mana, atasan itu selalu dibenci bawahan. Sekalipun disukai bawahan, namanya atasan pasti jadi topik perbincangan bawahannya, dari positif sampai negatif. Gue melihat hal itu adalah wajar. Mau bagaimanapun atasan gue, dia tetap atasan yang harus gue hormati, karena dia yang gaji gue, naikin jabatan gue, naikin gaji gue, mau nggak mau, suka nggak suka ya gue harus suka dan mau ikutin kepemimpinannya. Sebaik mungkin gue menjadi atasan saat dulu, bawahan gue tetep ngomong di belakang. Bawahan memang nggak tau apa pekerjaan atasan dan taunya atasan itu enak aja. Padahal, gaji nggak beda jauh, tanggung jawab banyakan atasan, loyalitas banyakan atasan. Ya itulah nasib atasan, kalo gak mau seperti itu ya jangan jadi atasan, jadi aja bawahan.
Bawahan ini juga lebih parah, bisanya ngomongin atasan terus. Ngakunya pernah jadi atasan disebuah usaha. Bukan itu yang gue maksud, apa pernah lo jadi atasan di sebuah perusahaan besar? Walaupun hampir sama, tetap aja beda. Rasanya memimpin 70 orang di perusahaan besar dengan hanya memimpin 10 orang diperusahaan kecil, rasanya tetap berbeda. Bicara seakan-akan merasa dirinya pintar mengendalikan sebuah perusahaan yang sekarang dapat dilihat lumayan, tapi mengoperasikan komputer aja masih bingung. Mana ada direktur yang nggak bisa mengoperasikan komputer? Mana ada direktur yang gagap teknologi? Pengen ngomong langsung ke orangnya tapi percuma, itu orang bukan tipe pemikir luas dan pintar, jadi mending gue urungkan, karena pembicaraan ini tidak sepadan dengan dirinya. Gue adalah tipe orang yang biasa memikul tanggung jawab orang lain, karenanya saat orang lain salah, gue merasa harus diperbaiki. Sebenernya bukan hak gue karena saat ini gue bukan atasan, tapi ini semata-mata untuk majunya perusahaan, kenapa tidak?
Pelajaran, besok-besok kalau bisa terima karyawan atau bawahan mending yang udah pernah bekerja di perusahaan besar, dari pada fresh graduate atau mereka yang bekerja diperusahaan kecil. Penerimaan karyawan kalau bisa bukan dari kalangan anak muda yang menyukai tongkrongan, dalam hal ini pemabuk, pemakai dan pemalas. Bagaimana mau maju suatu perusahaan kalau perekrutannya kurang beres dan hanya memandang satu sisi?
#PENGEN HURUF 'A' KENCANG SEBESAR-BESARNYA

No comments: