Tuesday 26 May 2015

My momy's Super Hero

Suatu hari aku pandangi wajah ibuku yang sangat lusuh. Ya tuhan? Apakah itu ibuku? Dia sudah tidak dapat menjagaku lagi, dia sudah tua, jelek, untuk mencari makanpun sulit, aku akan pergi mencari ibu baru, ibu yang lebih kuat dan mampu menjagaku. Sudah malam begini yang ku inginkan belum juga ketemu (sambil mendangak ke atas). “Hay bulan, apakah kau mau menjadi ibuku? Kamu terlihat cantik dan tinggi, sinarmu menyinari dunia, tanpamu dunia gelap, kau begitu kuat! Mau ya bulan?” (berusaha merayu) “Tidak nak, aku tidaklah kuat seperti penglihatanmu. Aku akan tiada jika waktu siang hari, mataharilah yang lebih kuat”. Mendengar jawaban bulan seperti itu, aku akan menunggu datangnya siang. Untuk sejenak biarkan aku terlelap. Langit sudah mulai terang, matahari akan segera muncul, nah itu dia! “Hay matahari, apa kau mau menjadi ibuku? Bulan itu lemah, katanya dia masih kalah denganmu” (berharap banyak) “Bulan itu salah nak, aku masih kalah dengan awan. Kalau aku terhalang awan, maka hujanpun datang dan terikku sudah tidak dapat terlihat”. Ah sudah capek-capek menunggu datangnya siang, ternyata matahari tidaklah cukup kuat. “Awan apa kau mau menjadi ibuku? Matahari bisa kalah dengan penghalanganmu, kau bisa menggelapkan dunia awan! Wah kau memang hebat!” (meyakinkan) “Aku tidak ada apa-apanya saat angin menghantamku, dia yang kuasa atas aku. Angin dapat membawaku kamanapun, menutupi atau tidaknya matahari. Angin lebih kuat dari pada aku” (ucap awan mengeluh) Aku tidak mengerti, sesulit itukah mencari pengganti ibuku? Oh tuhan, aku tidak mau ibu sepertinya, dia sudah tidak memiliki daya. “Hei angin, maukah kau menjadi ibuku? Kata awan kau sangat kuat bisa menstir awan kemanapun” (ucap mengeluh) “Aku memang dapat menstir semuanya, tapi ada satu yang tidak dapat ku tiup yaitulah gunung. Dia begitu kokoh, sekuat apapun aku meniupnya dia takkan hancur”. Baiklah aku akan pergi ke gunung untuk memohon padanya agar mau menjadi ibuku, aku ingin memiliki ibu yang kuat. “Hei gunung apa kau mau menjadi ibuku? Kau begitu kokoh sampai tidak dapat runtuh oleh siapapun. Aku ingin memiliki ibu yang kuat sepertimu, dan aku rasa kau pantas mendapatkannya” (mulai percaya diri) “Bukannya aku tidak mau nak, tapi ada kerbau yang lebih kuat dibandinkan aku, dia bisa merusakku dengan tanduknya”. Gunung sepertinya sudah terlalu kokoh tapi masih ada kerbau yang lebih kuat, aku harus menyambangi kediaman kerbau. “Oi kerbau, kita satu species “hewan” apa kamu mau menjadi ibuku? Tandukmu begitu kekar sampai gunung saja kalau denganmu” (mengharap lebih dari seekor kerbau) “Aku tidaklah ada apa-apanya hanya dengan seutas tali, dia bisa membawaku kemana-mana, bukankah kau ingin ibu yang kuat? Cobalah minta sama tali!” (balas kerbau) “Tali apakah kau mau menjadi ibuku? Kau bisa kalahkan kerbau, bagaimana mungkin kau bisa kalah dengan yang lainnya?” (tanyaku penuh yakin) “Aku bisa diputuskan dengan tikus. Dia sering menggigitku hingga terpecah belahlah badanku, aku bukanlah sesuatu yang kuat” (eluh tali) “Hay tikus apakah kamu mau menjadi ibuku?” Entah kenapa tikus langsung menarikku berlari sangat kencang dan jauh ketempat persemayamannya. “Shuttt jangan berisik” (katanya sambil melirik ke luar) “Hay ada apa? Mengapa kita harus lari terbirit-birit seperti ketakutan?” (tanyaku) “Di luar ada seekor kucing besar yang bersiap melahapku. Kalau dia tahu ada aku di sini, tamatlah riwayatku” (ucap sang tikus penuh ketakutan). Aku penasaran ingin melihat kucing besar yang sangat ditakuti tikus ini, hingga aku dan tikus ini sampai lari ngos-ngosan menghindari seekor kucing tersebut. Dan ternyata seekor kucing tersebut adalah ibuku. Ibu yang selama ini aku hina, ibu yang aku anggap sudah rapuh dan tak ada daya kekuatan melindungi anaknya yang masih kecil ini. Aku hanya ingin memeluk erat sang ibu yang aku anggap buruk itu bahwa aku sangat menyayanginya. Dialah sang super hero yang terbaik, perjalananku kembali kepadanya, sang ibu tercinta.

#belajar dari seekor anak kucing

No comments: